Pasukan Amerika memberi bantuan kepada Filipina untuk melawan militan yang bersekutu dengan ISIS di kota Marawi selatan.
Namun baik pejabat militer Filipina maupun diplomat Amerika pada hari Sabtu 10 Juni 2017 menegaskan bahwa tentara Amerika tidak terlibat dalam operasi tempur di Marawi dan hanya memberikan bantuan teknis.
Pengambilalihan kota oleh ratusan pejuang yang telah bersumpah setia ISIS , termasuk puluhan dari negara-negara tetangga dan Timur Tengah, telah memicu kekhawatiran bahwa kelompok radikal tersebut mendapatkan pijakan di Asia Tenggara.
Sebanyak 13 marinir Filipina tewas pada hari Sabtu 10 Juni 2017 dalam pertempuran melawan militan yang telah mengepung kota selatan tersebut. Itu adalah korban terbesar bagi pasukan pemerintah sejak mereka mulai memulai pertempuran merebut Marawi.
Sebelumnya seorang juru bicara kedutaan Amerika di Manila mengatakan kepada Reuters bahwa, atas permintaan pemerintah Filipina, pasukan operasi khusus membantu membebaskan kota tersebut, yang sebagian telah diduduki militan sejak 23 Mei.
Di Marawi, juru bicara militer Letnan Kolonel Jo-Ar Herrera sebagaimana dilaporkan France24 mengkonfirmasi bantuan AS, dalam sebuah konferensi pers: “Mereka tidak berperang. Mereka hanya memberikan dukungan teknis. ”
Sebuah pesawat pengintai Orion P3 AS juga terlihat terbang di atas kota pada hari Jumat, menurut laporan media setempat.
Sampai saat ini belum ada konfirmasi bahwa Filipina telah meminta dukungan Amerika dalam pertarungan ke Marawi City di pulau Mindanao.
Bantuan tersebut datang justru ketika terus terjadi ketegangan antara dua sekutu lama yang dipicu oleh permusuhan Presiden Filipina Rodrigo Duterte terhadap Washington dan janjinya untuk mengusir tentara AS ke luar negeri.
Duterte berkali-kali melontarkan kalimat tajam ke Amerika termasuk tidak sudi lagi menerima senjata bekas dari negara tersebut.
Washington mengerahkan tentara pasukan khusus ke Mindanao pada tahun 2002 untuk melatih dan unit-unit Filipina guna melawan gerilyawan Abu Sayyaf. Dalam sebuah program ini melibatkan 1.200 orang Amerika. Tetapi program dihentikan pada tahun 2015 meski kehadiran kecil tetap dipertahankan untuk logistik dan dukungan teknis.
Amerika Serikat dan Filipina telah menjadi sekutu selama beberapa dekade. Hubungan mereka memberi Washington pijakan strategis di Asia, dan menawarkan perisai Manila melawan China di wilayah tersebut.
Tapi Duterte secara terbuka mencemooh aliansi tersebut, menganggapnya sebagai penghalang untuk menemukan kemajuan dengan China, dan telah berulang kali mengecam Washington karena memperlakukan negaranya sebagai orang yang tidak waras.