Pensiunan Angkatan Udara AS Letnan Kolonel Karen Kwiatkowski mengatakan bahwa pengalaman dan rekam jejak NATO dalam perang di Afghanistan dan dalam upaya membangun struktur negara telah gagal total.
“NATO memiliki pengalaman ‘memerangi terorisme’ karena keterlibatannya yang panjang dalam mendukung berbagai pemerintah Kabul, melatih pasukan militer dan polisi Afghanistan setempat, membantu masyarakat sipil dan mungkin memerangi perdagangan opium,” kata Karen Kwiatkowski mengatakan kepada Sputnik Rabu 31 Mei 2017.
Namun, Kwiatkowski menambahkan secara jelas aliansi militer kurang sukses di masing-masing bidang ini.
“Di masing-masing bidang ini, seperti intervensi dan aktivitas AS di wilayah ini, hasilnya kegagalan, dikombinasikan dengan beban keuangan yang besar dan kerugian atau penurunan fisik dari beberapa persen tentara yang dikerahkan NATO,” katanya.
Kwiatkowski mencatat NATO telah gagal untuk mengembangkan keahlian yang kredibel yang mungkin akan efektif dalam kampanye untuk menghancurkan ISIS.
“Pengalaman semacam ini tidak mungkin membantu dalam perang yang lebih luas melawan ISIS,” katanya.
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengumumkan keputusan aliansi tersebut untuk secara resmi bergabung dalam kampanye melawan ISIS di Afghanistan pada pertemuan puncak aliansi di Brussels pekan lalu.
Namun menurut Kwiatkowski, keterlibatan NATO dalam kegiatan anti-ISIS di Suriah justru membingungkkan karena sebagian besar negara anggota aliansi tersebut berkomitmen untuk menjatuhkan pemerintah yang sah.
“Tujuan yang kontradiktif ini telah menyebabkan kebingungan, kegagalan, konflik antara Rusia, Amerika Serikat dan lainnya, kematian dan penghancuran yang tidak perlu di wilayah ini,” katanya.
Kwiatkowski memperingatkan upaya untuk membuat NATO lebih terintegrasi dalam perang global melawan ISIS bisa menjadi boomerang.
“Ini bisa meningkatkan masalah di Timur Tengah atau di tempat lain, di mana beberapa negara NATO melangar dalam beberapa cara klausul pertahanan dari kesepakatan NATO,” katanya.
Kwiatkowski menyimpulkan keputusan untuk bergabung dalam kampanye anti-ISIS kemungkinan akan terbukti kontroversial karena NATO telah menghadapi ketidakpopuleran yang meningkat di Eropa, meningkatnya ketidakefektifan dan kurangnya justifikasi pada kemampuan militer dan tingkat pengeluarannya.
Baca juga:
Laporan Rahasia NATO Soal Kebobrokan Tentara Afghanistan Bocor