Pemerintah Jepang dilaporkan ingin membeli rudal jelajah Tomahawk untuk melawan program rudal Korea Utara. Jika benar, ini akan menjadi bentuk keputusasaan sekaligus lompatan besar bagi militer Jepang.
Pasukan Bela Diri Jepang sampai saat ini tidak memiliki senjata ofensif jarak jauh yang bisa menyeberangi Laut Jepang dan secara preemptif menghancurkan ancaman seperti rudal balistik jarak menengah Rodong.
Korea Utara dilaporkan memiliki rudal Rondong 150 dan 200 dan menurut media Jepang Sankei Shimbun, pemerintah Perdana Menteri Shinzo Abe ingin membeli rudal jelajah BGM-109 Tomahawk hanya untuk tujuan melawan rudal tersebut sebelum bisa diluncurkan alias menghancurkan situs peluncurannya.
Korea Utara telah berulang kali berjanji untuk menyerang Jepang, dan selama bertahun-tahun rezim negara tertutup itu memiliki kemampuan rudal lob dengan hulu ledak konvensional yang mengancam tetangganya.
Namun, kemajuan Pyongyang baru-baru ini dalam pengembangan senjata nuklir telah membuat Tokyo menginginkan kemampuan yang tidak hanya untuk menembak jatuh rudal Korea Utara namun juga menghancurkannya sebelum diluncurkan, jika memang diperlukan. Meledakkan rudal sebelum peluncuran yang tidak bergerak akan lebih mudah daripada mencegatnya ketika sudah bergerak.
Pertama kali diperkenalkan pada tahun 1980an, rudal Tomahawk dirancang untuk terbang dengan kecepatan subsonik pada ketinggian rendah untuk menghindari radar musuh. Rudal sepanjang 18 kaki memiliki mesin turbojet tunggal yang mendorongnya mencapai kecepatan 550 mil per jam pada jarak 900 mil.
Versi modern dari rudal ini menggunakan panduan GPS. Mereka dapat diarahkan ke target baru saat sudah dalam penerbangan dan dapat mengirim citra digital kembali ke pengontrolnya. Rudal ini dilengkapi dengan hulu ledak eksplosif seberat 1.000 pon.
Jepang menginginkan Tomahawk yang tidak diketahui jumlahnya. Rudal itu sendiri kemungkinan akan ditempatkan di antara kapal perusak Aegis di Jepang. Setiap perusak memiliki 90 silo peluncuran vertikal Mk. 41, dan setiap silo dapat menampung satu Tomahawk.
Pembelian rudal jelajah ofensif akan menjadi yang pertama bagi Jepang dan sebuah perubahan besar dalam kebijakan keamanan negara tersebut. Setelah Perang Dunia II, negara ini meninggalkan perang sebagai instrumen kebijakan nasional hingga menyebut militernya sebagai “Pasukan Bela Diri” yang hanya bersifat defensif. Senjata ofensif seperti kapal induk, marinir, dan rudal jelajah telah dilarang dalam undang-undang negara tersebut.
Tetapi Jepang tampaknya putus asa dengan situasi yang berkembang di Asia Timur hingga membuat Tokyo memikirkan kembali larangan ini. Angkatan Bela Diri Jepang saat ini juga melatih brigade infanteri laut pertamanya.
Sebelumnya unit ini tidak ada karena dianggap sebagai alat perang ofensif mengingat kemampuan mereka untuk menyerang dari laut dan merebut darat. Unit laut secara tegas dilarang di Jepang pascaperang.
Namun baru-baru ini, dengan ketegangan meningkat di Laut Cina Timur, Jepang telah membingkai kembali konsep marinir sebagai kekuatan defensif yang dapat merebut kembali wilayah Jepang. Demikian pula, pembelian rudal Tomahawk akan dibenarkan karena mampu meluncurkan serangan pre-emptive.