Penggunaan “ibu dari semua bom” untuk menghancurkan jaringan terowongan bawah tanah ISIS di sebuah distrik terpencil di Afghanistan dinilai sejumlah analis militer tidak efektif dan menyedihkan.,
Meski media menyebut penggunaan bom non-nuklir paling kuat di gudang senjata Amerika ini menggambarkan kesan Trump mengambil tindakan militer yang tegas, senjata itu sendiri jatuh jauh dari target yang tepat pada militan di daerah tersebut.
Bahkan jika senjata itu jatuh pada sasaran yang tepat, para ahli militer berpendapat bahwa Amerika seharusnya tidak memfokuskan energinya pada ancaman ISIS yang relatif kecil di Afghanistan. Taliban adalah masalah sebenarnya. Kelompok yang pada masa lalu adalah sekutu Amerika ini dengan cepat merebut kembali distrik-distrik utama sehingga pasukan Amerika dan Inggris harus kembali menghadapi pertempuran berdarah.
“ISIS berada di pinggiran. Ini adalah masalah kecil di Afghanistan dibandingkan dengan al Qaida, Taliban dan kelompok lain yang beroperasi di sana, “kata Bill Roggio, seorang analis militer di Foundation for Defense of Democracies, kepada sebuah subkomite House Foreign Affairs Kamis 27 April 2017. “Militer Amerika, terus terang, meremehkan masalah Taliban ini.”
Bom GBU-43 / B, yang tidak pernah digunakan dalam pertempuran sebelum pasukan Amerika menjatuhkannya pada 13 April, dirancang untuk meledak 6 kaki di atas permukaan tanah, menciptakan tekanan horizontal yang menghancurkan target di bawahnya.
Militer Amerika mengatakan bahwa bom ini adalah senjata yang tepat untuk sasaran yang tepat yakni kompleks gua dan terowongan yang diperkuat dan digunakan pejuang ISIS.