Armada kapal selam Korea Utara, meski lebih kecil dan kurang terdanai daripada angkatan bersenjata lainnya, telah menghasilkan sejumlah besar insiden internasional. Pada tanggal 18 September 1996, SSC Sang-O yang dioperasikan oleh Biro Pengintai kandas di dekat Gangneung, Korea Selatan. Kapal selam itu, yang berencana mengirimkan tiga orang pasukan komando ke pangkalan angkatan laut Korea Selatan namun gagal. Pada usaha kedua, kapal selam kandas dan terjebak di depan garis pantai.
Di atas kapal selam ada 21 awak dan dan Direktur dan serta wakil direktur Departemen Maritim. Mereka kemudian bergerak ke darat. Pasukan darat dan pasukan khusus Korea Selatan memulai perburuan 49 hari yang mengakibatkan semua orang Korea Utara kecuali satu orang terbunuh atau tertangkap.
Banyak yang bunuh diri atau dibunuh oleh atasan mereka untuk mencegah penangkapan. Pelaut atau agen Korea Utara yang tersisa, dipercaya telah berhasil kembali ke zona demiliterisasi. Delapan tentara Korea Selatan terbunuh, demikian juga empat warga sipil Korea Selatan.
Pada tahun 1998, kapal selam Yugo, pendahulu kelas Yono, terjerat di jaring kapal nelayan Korea Selatan dan ditarik kembali ke pangkalan angkatan laut. Di dalamnya ada pemandangan mengerikan: lima awak kapal selam dan empat agen Biro Pengintai, semuanya tewas karena luka tembak.
Para kru telah dibunuh oleh agen, yang segera melakukan bunuh diri. Kapal selam itu diperkirakan telah terjerat di jaring kapal nelayan dalam perjalanan pulang ke Korea Utara, setelah mengambil sebuah kelompok agen yang telah menyelesaikan misi darat.
Pada bulan Maret 2010 korvet Korea Selatan Cheonan, yang beroperasi di Laut Kuning dekat Garis Batas Utara, dihantam torpedo yang tidak terdeteksi. Cheonan seberat 1.500 ton, pecah menjadi dua bagian dan tenggelam.
Sebanyak 46 pelaut Korea Selatan terbunuh dan 56 terluka. Sebuah komisi internasional yang dibentuk untuk menyelidiki insiden tersebut menempatkan kesalahan di Korea Utara, karena bukti adanya sisa-sisa torpedo CHT-02D Korea Utara yang ditemukan di lokasi tenggelamnya kapal tersebut. Kapal selam cebol kelas Yono disebut sebagai yang bertanggungjawab pada insiden tersebut.
Kapal selam terbaru Korea Utara adalah langkah ke arah yang berbeda, kapal selam rudal balistik (SSB) yang disebut Sinpo atau Gorae (“Whale”). SSB tampaknya memadukan kemampuan kapal selam dari kelas sebelumnya dengan teknologi peluncuran rudal balistik dari kapal selam Soviet era Perang Dingin.
Korea Utara mengimpor beberapa kapal selam kelas Golf pada tahun 1990an. Penjualan seolah-olah untuk dihancurkan tetapi faktanya justru digunakan. Baik kelas Golf dan Gorae membiliki tabung rudal di lambung kapal selam.
Tabung tersebut diyakini dimaksudkan untuk rudal balistik kapal selam Pukkuksong-1 (“Polaris”) yang saat ini dalam pengembangan. Jika berhasil, sebuah kekuatan kecil kapal selam Kelas Gorae dapat memberikan kemampuan serangan balasan yang kasar namun efektif, memberi kesempatan pada rezim tersebut untuk membalas ketika menghadapi serangan preemptif besar-besaran.
Angkatan laut dan angkatan udara A S dan Korea Selatan sekarang sangat unggul sehingga satu-satunya cara yang layak bagi angkatan laut Pyongyang untuk bertahan adalah pergi ke bawah air.
Meski sudah tua dan usang, kapal selam Korea Utara memiliki keuntungan dalam jumlah. Sejarah telah membuktikan kapal selam mereka sangat aktif dan berbahaya.