Menurut Kashin, keberhasilan ini menciptakan dasar untuk kemajuan lebih lanjut. “Namun untuk transisi ke penciptaan sebuah rudal balistik antarbenua ICBM umumnya dan yang berbasis berbahan bakar padat pada khususnya akan membutuhkan lompatan kualitatif dalam pengembangan basis produksi dan infrastruktur Korea Utara,” tegasnya.
Korea Utara telah terlibat dalam pengembangan KN-08, juga dikenal sebagai Rodong-C atau Hwasong-13, sebuah ICBM mobile yang diyakini telah mulai dibangun sejak awal 2010-an. Pyongyang telah memamerkan rudal tersebut di beberapa kesempatan parade, termasuk peringatan 100 tahun kelahiran Kim Il Sung pada bulan April 2012. Namun, dua tes yang menurut intelijen Amerika dilakukan pada bulan Oktober 2016, diyakini berakhir dengan kegagalan.
Kashin menekankan untuk benar-benar menghasilkan senjata canggih, Korea Utara harus belajar bagaimana untuk menghasilkan mesin roket berbahan bakar padat dengan diameter besar. “Mereka harus bereksperimen dengan bahan bakar baru dan casing rudal baru. Sebuah batasan penting di sini akan didasarkan pada kemampuan mereka untuk membeli peralatan yang diperlukan di luar negeri atau membuat sendiri.”
Selanjutnya, analis mencatat, agar dapat diuji, ICBM harus diluncurkan di atas wilayah Jepang ke arah Samudra Pasifik bagian selatan. Berdasarkan pengalaman China dalam pengujian DF-5 ICBM pada awal 1980-an, pengujian akan membutuhkan penciptaan seluruh armada kapal khusus yang dilengkapi dengan peralatan pengukuran yang kompleks dan mungkin kapal perang baru untuk perlindungan dan pengawalan mereka.”
“Upaya untuk melakukan tes tersebut akan cenderung menghadapi reaksi dari Amerika dan sekutunya, termasuk upaya untuk menembak jatuh rudal selama penerbangan tahap pertama mereka.”
Menurut Kashin, pengujian ICBM juga akan memakan waktu sekitar 5-6 tahun. China mengarahkan DF-31 ICBM 15-20 tahun setelah penampilan Jl-2 dan DF-21.”Dengan kata lain, menurut analis, akan butuh waktu lama sebelum Pyongyang benar-benar berhasil membawa rudal balistik antarbenua benar-benar beroprasi”.