Sebelum Amerika melakukan serangan rudal ke Suriah pada Kamis 6 April 2017, masalah pelik sebenarnya dihadapi Angkatan Laut Amerika. Kapal-kapal mereka yang diberi tugas untuk menembakkan rudal berada pada posisi jauh dari titik tembak.
“Selasa malam saya menerima pemberitahuan misi,” kata Kapten. Tate Westbrook, yang memimpin skuadron empat kapal yang berbasis di Rota, Spanyol, termasuk USS Porter dan USS Ross. “Porter baru saja datang dari patroli dan menuju barat, Ross baru saja berangkat untuk patroli dan menuju timur.”
Kedua kapal berada ratusan mil jauhnya dari tempat yang mereka perlukan untuk bisa meluncurkan serangan. Kapal destroyer biasanya bergerak pada kecepatan yang lebih rendah untuk menghemat bahan bakar, tapi untuk mendapatkan posisi tembak dengan kecepatan itu maka akan membutuhkan waktu empat atau lima hari.
Pejabat Angkatan Laut yang berbicara kepada Navy Times mengatakan USS Porter berada di dekat pantai Sisilia, ratusan mil dari titik peluncuran di lepas pantai Suriah. Semenara USS Ross lebih jauh lagi ada di lepas pantai Spanyol.
Jika kapal ingin mendapatkan posisi untuk menembak secara tepat waktu, keduanya akan harus tancap gas. Kedua kapal diperintahkan untuk memaksimalkan mesin mereka dan mencapai kecepatan lebih dari 30 knot di atas air dalam kondisi yang layak.
Kedua kapal yang berusia hampir dua dekade dan harus menggeber mesin mereka secara penuh selama dua hari jelas menjadi pekerjaan berat yang menguji kemampuan teknisi mesin. Kedua kapal harus benar-benar sprint nonstop hingga akhirnya mampu mencapai titik serang dan pada Kamis pukul 08:30, Presiden memerintahkan serangan 59 Tomahawk ke sebuah lapangan udara Suriah.
Westbrook mengatakan keberhasilan Ross dan Porter mencapai titik peluncuran merupakan bukti para pelaut mampu menjalankan mesin kapal secara maksimal dengan tetap mempertahankan kondisi kapal.
Skuadron kapal destroyer Amerika di Spanyol dibangun pada masa pemerintahan kedua Obama sebagai bagian dari strategi pertahanan rudal, yang dirancang untuk menembak jatuh rudal yang menargetkan sekutu Eropa dan Israel.
Mereka secara rutin melakukan patroli laut termasuk misi antikapal selam, antipermukaan dan juga serangan darat. Westbrook mengatakan Destroyer USS Carney menembak hampir 200 tembakan ke Libya selama operasi AS terhadap ISIS di negara tersebut tahun 2016 lalu.
Ketika ancaman Rusia tumbuh di Eropa, komandan telah menggunakan mereka sebagai infielders utilitas, berulang kali Porter, Ross, Carney dan Donald Cook beroperasi dari Baltik dan Laut Hitam ke Mediterania dan bahkan masuk ke Laut Merah.“Keempat kapal memiliki tempo oprasi tertinggi di seluruh Angkatan Laut,” kata Westbrook.
Dia menambahkan mereka tidak menggunakan tempo operasi normal yakni tujuh atau delapan bulan penyebaran. Kapal -kapal di Rota bekerja dengan empat bulan berpatroli, empat bulan kembali Rota dan bersiap untuk patroli berikutnya.