Site icon

Serangan Amerika ke Suriah Ingatkan Putin Peristiwa Tahun 2003

Presiden Rusia Vladimir Putin mendesak Perserikatan Bangsa-bangsa untuk melakukan penyelidikan terhadap penggunaan senjata kimia di Suriah karena Rusia memperkirakan provokasi baru timbul terkait unsur beracun di Suriah.

“Kami [Rusia]akan secara resmi meminta struktur PBB di Den Haag serta masyarakat internasional untuk secara seksama menyelidiki insiden ini dan untuk mengambil keputusan yang berimbang berdasarkan hasil investigasi,” kata Putin dalam acara jumpa pers bersama dengan Presiden Italia Sergio Mattarella Selasa 11 April 2017.

Berdasarkan laporan, serangan gas beracun pada 4 April di provinsi Suriah yang dikuasai pemberontak di barat laut, Idlib, menewaskan sedikitnya 70 warga sipil dan melukai sejumlah lainnya.

Beberapa negara kuat Barat, termasuk Amerika Serikat, menyalahkan pemerintahan Bashar al-Assad atas serangan tersebut.

Pemerintah Suriah membantah memiliki senjata kimia sementara Kementerian Pertahanan Rusia menuding kelompok pemberontak Suriah memproduksi bahan-bahan beracun di sebuah gudang, yang meledak ketika pesawat-pesawat tempur Suriah melancarkan serangan dan ledakan itu menyebabkan pencemaran.

Amerika Serikat Kamis lalu meluncurkan 59 peluru kendali ke arah sebuah pangkalan udara Suriah, yang dicurigai menjadi tempat asal pesawat-pesawat pembawa senjata kimia diterbangkan. Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan dalam pernyataan yang dikeluarkan pada Selasa bahwa sembilan warga sipil, termasuk empat anak, tewas dan 10 lainnya mengalami luka dalam serangan itu.

Putin mengatakan Moskow mendapat kabar dari sumber-sumber berbeda bahwa “provokasi” seperti itu sedang dipersiapkan di wilayah-wilayah lainnya di Suriah, termasuk di daerah pinggiran selatan itu kota negara Suriah, Damaskus. Daerah tersebut dicurigai akan diserang dengan “sejumlah benda” dan pihak berwenang Suriah akan dituding sebagai pelakunya.

Putin mengatakan perkembangan tersebut mengingatkan dirinya akan peristiwa tahun 2003. Saat itu, perwakilan Amerika Serikat di Dewan Keamanan PBB menunjukkan unsur beracun yang diduga ditemukan di Irak untuk membenarkan invasi ke negara itu.

“Setelah serangan militer mulai dilakukan di Irak, yang berakhir dengan kehancuran negara itu, [ada] peningkatan ancaman teroris dan pemunculan ISIS di kancah internasional,” kata Putin dilansir Reuters.

Sementara itu, Mattarella saat jumpa pers menyatakan harapan bahwa Moskow dan kekuatan-kekuatan dunia lainnya bisa menggunakan pengaruh mereka untuk menghindarkan berulangnya serangan gas di Suriah.

Next: Siap Dialog Terbuka

Sementara itu Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan Moskow juga tetap bersedia untuk berdialog secara terbuka dan bekerja sama dengan Washington kendati hubungan kedua negara diwarnai ketegangan.

Pernyataan itu muncul pada saat Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Rex Tillerson memulai kunjungan dua harinya di Rusia.

“Sehubungan dengan dimulainya kunjungan kerja hari ini oleh Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson ke Rusia, kami ingin menyampaikan bahwa kami berharap pembicaraan bermanfaat. Ini penting, tidak hanya bagi masa depan hubungan bilateral lebih lanjut tapi juga di arena internasional,” kata bidang Informasi dan Media kementerian melalui pernyataan.

Tillerson tiba di Moskow pada Selasa untuk melakukan kunjungan di Rusia, yang pertama kalinya dilakukan oleh anggota kabinet Presiden Donald Trump.

Ia dijadwalkan mengadakan pembicaraan pada Rabu dengan mitranya dari Rusia, Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov.

Menurut pernyataan Kemlu Rusia, Lavrov dan Tillerson akan membahas berbagai masalah bersama serta sejumlah masalah kawasan terkait Libya, Yaman, Korea Utara, Ukraina dan Eropa-Atlantik dengan tujuan untuk mengurangi ketegangan internasional.

“Kita [Rusia] selalu dan tetap akan membuka diri bagi dialog paling terbuka dengan AS menyangkut masalah-masalah bilateral dan internasional serta untuk bekerja sama di berbagai bidang yang menjadi tujuan kita,” kata kementerian.

Secara lebih rinci, Kementerian Luar Neger mengungkapkan bahwa masalah yang akan dibahas termasuk upaya memerangi terorisme, pencegahan terhadap pengembangan senjata pemusnah massal, penanganan konflik kawasan serta soal pertumbuhan ekonomi.

Kementerian Luar Negeri mencatat bahwa hubungan Rusia dan AS sedang mengalami masa sulit dan mengatakan sikap AS terhadap stabilisasi dan normalisasi hubungan bilateral perlu dipertegas. Kementerian mengatakan Rusia “tidak akan mengorbankan kepentingan-kepentingannya (Rusia) yang sah serta hanya akan bekerja sama berdasarkan kedudukan yang setara”.

“Kita menyesuaikan diri tidak terhadap konfrontasi melainkan pada kerja sama yang membangun. Kita berharap pihak Amerika menginginkan hal yang sama,” kata pernyataan itu.

Sebelum berangkat menuju Moskow, Tillerson mengatakan pada pertemuan tingkat menteri luar negeri negara-negara anggota G7 di Italia, Selasa, bahwa Rusia tidak memenuhi kewajibannya seperti yang diikat dalam perjanjian tahun 2013.

Perjanjian itu mengamanatkan agar senjata-senjata kimia di Suriah dihancurkan dan menetapkan Rusia sebagai penjaminnya.

Dalam pernyataan itu, Kementerian Luar Negeri Rusia menekankan bahwa serangan oleh AS ke Suriah itu merupakan agresi terhadap suatu negara berdaulat dan melanggar hukum internasional, yang sebenarnya membuat para teroris semakin kuat.

 

Exit mobile version