Setelah meninjau bukti dan mempertimbangkan pilihan yang tersedia, Presiden Donald Trump memerintahkan serangan ke pangkalan udara Suriah di mana diyakini pesawat yang bertanggung jawab atas serangan senjata kimia di Idlib Provinsi dimulai dari pangkalan ini.
Menurut sumber yang berbeda, Amerika Serikat menggunakan saluran deconfliction dengan militer Rusia untuk menginformasikan kepada Moskow bahwa mereka akan serangan rudal jelajah yang terbatas terhadap Pangkalan Udara Shayrat, namun Rusia membantah bahwa ada koordinasi.
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah apakah serangan terbuka ini akan menempatkan Rusia dan Amerika pada jalur tabrakan di Suriah? Apakah setelah ini semua kemungkinan kerjasama terkait Suriah antara kedua Moskow dan Washington akan berhenti?
Presiden Trump, telah membuat serangkaian pernyataan tentang serangan senjata kimia dan serangan ke Suriah. Dia merasa perlu demi kredibilitas masa depannya untuk mengambil tindakan dan untuk menunjukkan bahwa ia bisa dan akan bertindak cepat setelah ia mengambil keputusan.
Kremlin tampaknya telah mengerti bahwa beberapa respons Amerika akan datang dan meski berselisih bukti bahwa militer Bashar al-Assad bertanggung jawab atas penggunaan senjata kimia, juga mengisyaratkan bahwa Assad tidak berarti menikmati cek kosong dari Moskow. Jika mengamati respons Kremlin Rusia sepertinya tidak terpancing untuk bertarung dengan Amerika Serikat di Suriah.
Dari perspektif AS, Assad tampaknya telah menguji batas dari tim Trump untuk bertindak, terutama setelah laporan terbaru bahwa Gedung Putih sekarang tidak tertarik untuk membuat perubahan rezim di Suriah.
Namun, penggunaan bahan senjata kimia menunjukkan bahwa perjanjian 2013 tidak dihormati secara penuh, atau bahwa stok berbahaya masih ada di Suriah yang dianggap merupakan ancaman bagi kepentingan Amerika. Trump merasa ia tidak punya pilihan selain bertindak.
Pembentukan kebijakan luar negeri Rusia mungkin akan mengacu pada apa yang pernah dilakukan Ronald Reagan. Ketika dihadapkan dengan tindakan berbahaya dilakukan oleh mantan orang kuat Libya Moamar Gadhafi di Teluk Sidra atau otorisasi pemboman teroris di tempat disko Berlin yang sering dikunjungi oleh personel militer Amerika, Reagan menanggapi dengan serangan terbatas yang dimaksudkan untuk menyampaikan kemarahan Amerika sekaligus untuk memberi pesan agar Libya tidak melanjutkan tindakannya.
Kala itu juga ada kekhawatiran bahwa tindakan Amerika terhadap Gadhafi akan memprovokasi konflik yang lebih luas dengan Uni Soviet yang mendukung Gadhafi. Tetapi dengan tindakan dalam batas tertentu dan pertimbangan ketat yang ditetapkan oleh tim Reagan akhirnya risiko itu bisa dibatasi.
Serangan terbatas Reagan ke Libya memiliki hasil ganda yakni menunjukkan Gadhafi dan Soviet bahwa Amerika Serikat bersedia untuk mengambil tindakan tegas, dan itu menyebabkan kepemimpinan Soviet saat itu mengambil langkah-langkah guna mencoba dan menahan tindakan Gadhafi.
Jika itu menjadi pedoman Trump beroperasi saat ini, maka Moskow mungkin tidak siap untuk benar-benar menutup dialog dengan Amerika Serikat pada Suriah.
Bahwa pemerintahan Putin berharap bahwa respons Amerika akan tetap terbatas tampaknya jelas dalam pernyataan yang diangkat oleh Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB, Vladimir Safronkov, yang menyebut kampanye Amerika di Irak dan upaya militer Libya yang akhirnya menggulingkan Gadhafi sebagai contoh yang harus dihindari di Suriah.
Rusia juga tidak ingin meningkatkan ketegangan di Suriah, bukan hanya karena kemungkinan akan berdampak negatif pada hubungan Amerika-Rusia, tapi bisa merusak rekonsiliasi dengan Turki, membuat komplikasi yang tidak diperlukan dalam hubungan Rusia dengan Israel, dan menjegal upaya mereka menjangkau Arab Saudi dan Teluk Emirat yang membantu untuk bekerjasama meningkatkan harga minyak yang dalam beberapa tahun terakhir terus turun dan mengganggu ekonomi Rusia.
Amerika sendiri juga tidak mau mengambil risiko bentrok dengan Rusia setelah serangan ini. Terbukti Gedung Putih segera mengurus Menteri Luar Negeri Rex Tillerson untuk segera terbang ke Moskow dan melakukan pertemuan pertamanya dengan Presiden Vladimir Putin. Apa yang dihasilkan dari pembicaraan ini akan menjadi jawaban yang jelas atas apa yang akan terjadi selanjutnya setelah situasi yang tegang saat ini.