Butuh Rp500 Miliar untuk Setiap F-15C Agar Tidak Dipensiun
F-15C/USAF

Butuh Rp500 Miliar untuk Setiap F-15C Agar Tidak Dipensiun

F-15C memang memiliki catatan pertempuran udara tak terkalahkan, tetapi bagaimanapun mereka telah berusia 38 tahun. Pesawat ini memang layak dipensiun kecuali Angkatan Udara Amerika Serikat mau menggelontorkan dana besar untuk melakukan program perpanjangan hidup di bagian struktur utama.

Kepala Air Combat Command (ACC) Jenderal Mike Holmes mengatakan dibutuhkan biaya  antara US$ 30-US$40 juta (sekitar Rp399 miliar-Rp532 miliar) per pesawat untuk menjaga Eagle bisa terbang melewati 2020-an. Program termasuk membangun kembali bagian pusat badan pesawat dan renovasi lainnya.

Angkatan Udara sepertinya tidak akan melakukan langkah mahal ini. “Kami mungkin tidak akan melakukan itu,” katanya kepada Aviation Week Jumat 31 Maret 2017.

Jawaban yang lebih baik, katanya, adalah dengan cepat memulai pembelian  pesawat tempur lebih banyak yakni setidaknya 100 pesawat per tahun. Pembelian termasuk  Lockheed Martin F-35A Lightning II setelah pesawat generasi kelima ini matang, selain juga pembelian cedpat  jet superioritas udara yang nanti akan lahir di bawah  program  baru Penetrating Counter-Air (PCA).

F-15C dioperasikan terutama oleh Air National Guard (ANG) dalam mendukung misi pertahanan udara. Pesawat  mampu mencegat dan menembak jatuh pesawat tempur musuh, pembom dan rudal jelajah. Direktur ANG Letjen Scott Rice mengirimkan gelombang kejutan beberapa waktu lalu dengan mengatakan di depan Kongres tentang kemungkinan untuk menggantikan 235 armada F-15C/D dengan F-16 yang diupgrade. Tetapi beberapa hari kemudian Angkatan Udara Amerika mengatakan wacana itu baru sebatas ‘pra keputusan’.

Pada bulan Desember, Angkatan Udara telah memberikan kontrak kepada  Raytheon  untuk menggantikan komputer misi di armada F-16 yang hampir setara dengan komputer pesawat generasi kelima   dan 40 kali memori lebih banyak.

Upgrade  ini menjadi dasar untuk upgrade F-16 lain di masa depan termasuk radar. Northrop Grumman APG-83 Scalable Agile Beam Radar dan Raytheon Advanced Combat Radar  bisa bersaing untuk mengisi kemampuan ini.

ANG memiliki kebutuhan operasional yang mendesak untuk menginstal radar AESA 72 ke F-16, dengan setiap batch terdiri dari 24 dan 48 unit tergantung pada otoritas akuisisi dan pendanaan mulai tahun fiskal 2018. Rencana ini untuk menjadikan Falcon tidak terlalu jauh dalam hal  kemampuan dibandingkan Eagle.

Namun F-15C membawa delapan rudal Raytheon AIM-120 Advanced Medium-Range Air-to-Air Missiles sementara  F-16 hanya membawa enam, bersama dengan dua pencari panas AIM-9X sebagai cadangan. Rentang radar  Eagle yang lebih luas menawarkan deteksi, pelacakan dan keterlibatan dari jarak yang lebih jauh. Eagle juga bisa terbang dua kali kecepatan suara dan lebih bermanuver dibandingkan F-16.

 

Holmes mengatakan F-15 tetap mampu, tetapi biaya membangun kembali bagian tengah badan pesawat kemungkinan akan terlalu besar biayanya.

Kantor Program F-15  di Wright-Patterson AFB, Ohio, yang mendukung armada F-15C / D dan F-15E Strike Eagle, telah bekerja untuk menjaga pesawat ini tetap bisa terbang sampai 2045 melalui upgrade kemampuan dan struktural, termasuk pengganti sayap yang direncanakan pada 2022-28.

Agustus lalu, Boeing menerima kontrak lima tahun senilai hingga US$254,2 juta  untuk pengujian kelelahan  F-15C dan F-15E.  Raytheon mulai upgrade radar Eagle untuk konfigurasi APG-63 (V) 3 AESA pada tahun 2010.

November lalu, BAE Systems memulai pengembangan skala penuh dari generasi berau suite perang elektronik untuk Eagle dan Strike Eagle bawah kontrak untuk Boeing.

Radar peringatan  pasif/akfit dan sistem survibality F-15 Eagle diperlukan untuk  menggantikan Taktis Electronic Warfare System yang usang karena telah digunakan  sejak  1970-an.  Semua upgrade ini, secara kolektif bernilai miliaran dolar.