KEKUATAN PENYEIMBANG
Kelemahan militer Indonesia terlihat paling mencolok selama krisis Timor Timur. Pada tahun 1999 mereka hanya bisa menonton dari pinggir lapangan sebagai kontingen pasukan di bawah Australia. Jelas ini menjadi penghinaan tersendiri bagi Indonesia.
Dilanjutkan dengan krisis ekonomi dan sanksi Amerika telah menjadikan armada F-16 dengan cepat usang dan nyaris lumpuh.
Indonesia kemudian memesan dua Su-27 satu kursi dan dua Su-30 kursi kembar dari Rusia dengan kontrak tahun 2003 senilai US$192 juta. Empat tahun kemudian, Jakarta memerintahkan enam Sukhoi. Analis Pertahanan Martin Sieff menggambarkan penawaran sebagai “kacang dalam perdagangan senjata internasional” alias sangat kecil.
Hasilnya dengan armada yang ada Angkatan Udara Indonesia jelas tidak akan mampu bersaing dengan kekuatan regional. Bandingkan saja dengan Angkatan Udara Australia yang memiliki 69 F / A-18 Hornet dan 24 super Hornets. Australia juga segera memiliki pesawat peperangan elektronik EA-18G Growler, yang dapat menjadi kekuatan pengganda dalam konflik.
Su-35 adalah pendorong semangat untuk Indonesia karena akan jauh mendorong maju ke teater Asia Tenggara. Pesawat ini memiliki suite avionik canggih dan dapat melakukan membutakan pesawat musuh dengan perangkat jamming sendiri.
Sebagian besar analis Barat setuju Su-35 adalah pesawat non-siluman yang paling mampu di dunia saat ini dan dapat mengalahkan setiap pejuang kontemporer barat, kecuali pesawat tempur siluman F-22. (Tapi harus diingat F-22 harganya mencapai US$350 juta per pesawat sementara Su-35 hanya $ 65 juta.)
China adalah kekhawatiran lain. Terlebih setelah Jakarta telah terlibat ketegangan dengan Beijing di Laut Cina Selatan. Indonesia mungkin sulit untuk mengimbangi kekuatan militer China, tetapi dengan Su-35 Angkatan Udara Indonesia akan memiliki kemampuan dan kepercayaan diri untuk mengawal jet China di atas perairan netral.