
Inggris juga mulai masuk pada program Future Combat Air System (FCAS) untuk menggantikan Eurofighter Typhoon mulai 2040. FCAS mungkin menjadi kendaraan udara tak berawak dan sepertinya Inggris justru sudah mendahuli langkah dengan diam-diam telah menguji pesawat tempur pesawat tak berawak Taranis sejak 2012.
Tidak seperti drone saat ini, Taranis sedang dikembangkan untuk menyerang target udara selain target darat. Pesawat tanpa awak merupakan pilihan bagi FCAS, namun Departemen Pertahanan Inggris telah mengakui program ini masih bisa memunculkan pesawat tempur berawak.
Apakah perjanjian antara Jepang dan Inggris memungkinkan pesawat yang lahir nanti akan tunggal dan diterbangakn kedua negara? Mungkin, meskipun mereka masing-masing terlihat memiliki perbedaan kebutuhan. Yang jelas pada titik ini perjanjian itu akan mengarah pada transfer teknologi yang bisa dibenamkan di pesawat yang mereka bangun.
Kedua negara sebelumnya juga telah menyetujui pengembangan rudal udara ke udara bersama. Inggris telah bekerja untuk mengembangkan rudal Meteor, sebuah rudal jangkauan luar visual. Menggunakan tenaga ramjet, Meteor akan mampu terbang santa cepat.
Jepang di sisi lain telah menjadi pemimpin dalam teknologi pencari rudal dengan memproduksi AAM-4B, rudal pertama dengan radar AESA yang digunakan oleh jet tempur modern seperti F-22. Sebuah upaya bersama yang akan menghasilkan rudal sangat mematikan yakni sebuauh rudal Ramjet yang dipandu AESA dan bisa membidik target sangat jauh untuk dibawa F-35 Joint Strike Fighter.

Akhirnya, Jerman juga mulai melangkah untuk mengembangkan pesawat tempur generasi keenam, yang mereka sebut sebagai Future Air Combat System (FCAS). FCAS akan menggantikan armada Tornado IDS dan melengkapi Eurofighter Typhoon. FCAS akan cenderung menjadi pesawat dua mesin dengan dua awak.
Pesawat diharapkan akan beroperasi pada tahun 2030-2040 dan bisa menjadi pesawat versi tidak berawak dan tidak berawak. Siapa yang akan lebih cepat memunculkan generasi keenam? Kita tunggu saja.