
US Navy tetap tidak memiliki niat untuk membangun kapal selam diesel lagi, namun, lebih memilih untuk tetap mengandalkan kapal selam nuklir yang harganya jauh lebih mahal.
Memang ada alasan kenapa Amerika bersikukuh bertahan dengan kapal selam nuklir dan melupakan kapal selam diesel listrik yang murah tetapi efektif.
Kapal selam diesel memang ideal untuk berpatroli di dekat pantai. Sementara kapal selam Amerika harus beroperasi di Asia dan Eropa yang membutuhkan perjalanan ribuan mil hanya untuk sampai ke sana, dan kemudian tetap dikerahkan untuk bulan pada suatu waktu.
Sebuah kapal selam diesel mungkin dapat melintasi jarak tersebut tanpa harus muncul, tetapi mereka tetap harus muncul ke permukaan ketika disebarkan dalam waktu lama untuk mengisi baterai.
Bahkan Gotland, dikirim kembali ke Swedia dengan menggunakan galangan mobile dan tidak melakukan perjalanan secara mandiri.
Meskipun kapal selam diesel listrik baru dilengkapi dengan AIP bisa bergerak dalam beberapa minggu tanpa muncul ke pemrukaan, mereka tetap tidak bisa mempertahankan posisi itu hingga satu bulan.
Dan selanjutnya, kapal selam diesel baik dengan atau tanpa AIP-tidak bisa mempertahankan kecepatan yang tinggi di bawah air untuk waktu yang lama, tidak seperti kapal selam nuklir.
Sebuah kapal selam diesel akan paling efektif ketika menyergap armada musuh yang posisinya sudah jelas dengan bantuan asset intelijen. Namun, lambat, kecepatan air yang berkelanjutan dari kapal selam diesel AIP membuat mereka kurang ideal untuk mengintai mangsanya di hamparan air yang luas.
Keterbatasan ini tidak menimbulkan masalah untuk kapal selam diesel listrik beroperasi di wilayah yang relative jauh dari rumah.
Namun, fakta bahwa sebuauh negara bisa membangun atau mengakuisisi tiga atau empat kapal selam diesel seharga US$ 500 hingga US$ 800 juta dengan harga setara satu kapal selam nuklir.
Hanya saja sejumlah pihak tetap menilai Amerika sebenarnya membutuhkan kapal selam diesel listrik untuk digunakan di pangkalan di negara-negara sekutu, tanpa menghadapi kendala politik yang ditimbulkan oleh kapal selam nuklir. Selanjutnya, kapal selam diesel canggih bisa berfungsi sebagai counter yang baik untuk kapal selam musuh.
Namun, US Navy lebih tertarik untuk mengejar pengembangan kapal selam tak berawak. Sementara itu, China bekerja pada sistem AIP menggunakan baterai lithium-ion, dan Prancis sedang mengembangkan AIP untuk kapal selam yang lebih besar yakni Kelas Barracuda yang aslinya merupakan kapal selam serang bertenaga nuklir.
Dengan harga yang murah, kapal selam diesel bisa menempatkan kapal induk yang sangt mahal dalam risiko besar ketika beroperasi di dekat garis pantai.
Kapal selam diesel dengan menggunakan AIP akan berfungsi sebagai sarana mematikan dan hemat untuk mempertahankan perairan pesisir, meskipun untuk bisa beroperasi di samudera luas kemampuannya masih dipertanyakan.