Angkatan Udara Amerika ingin membawa jet tempur silumn F-35 ke Timur Tengah guna bergabung dalam perang melawan ISIS. Begitu hebatkah ISIS sampai pesawat super canggih dan super mahal harus dikirimkan?
Jenderal Herbert J. “Hawk” Carlisle, komandan Komando Air Combat, kepada wartawan di Washington Jumat 24 Februari 2017 lalu mengatakan pengiriman F-35 ke perang ISIS memerlukan waktu yang tidak terlalu lama meski pengiriman ini akan dilaukan setelah pengiriman mereka ke Pasifik dan Eropa.
Pesawat ini diyakini akan menambah kekuatan signifikan untu melawan ISIS. “Ini membawa banyak aset dan banyak atribut yang akan membantu dalam perjuangan di sana,” kata Carlisle, mengutip sensor canggih dan kemampuannya untuk memulai serangan elektronik. “Ini adalah platform yang kita akan memberikan keunggulan.”
Carlisle mengatakan bahwa kemampuan jet tempur generasi kelima seperti F-35 dan F-22 untuk mendeteksi lawan di udara dan menjadikan jet tempur tua seperti F-15, F-16 dan F / A-18 akan bisa bekerja lebih baik ketika mereka bergabung dalam jaringan dengan pesawat siluman ini.
“Saya membutuhkan mereka. Aku butuh rotasi, “kata Carlisle. “Begitu mereka siap pergi, kita membutuhkan mereka.”
Pesawat siluman ini juga diyakini bisa menghindari deteksi radar dan ancaman rudal antipesawat milik pemerintah Suriah dan Rusia. Padahal selama ini tidak ada satupun kasus ancamanan rudal dari kedua negara ini. Sementara ISIS jelas tidak memiliki teknologi untuk menembak jet tempur, apalagi sekelas F-22 dan F-35.
Carlisle mengatakan bahwa pilot Amerika Serikat dapat mendeteksi dari kokpit mereka ketika rudal permukaan ke udara diaktifikan untuk menargetkan mereka. Tetapi dia juga mengakui sejauh ini kasus semacam itu tidak pernah terjadi. Belum pernah radar Rusia atau Suriah mengunci jet tempur Amerika.
Potensi pertemuan udara antara jet tempur Amerika dan Rusia di Suriah memang telah terjadi beberapa kali, tetapi sejauh ini juga tidak memunculkan insiden berbahaya. Kedua negara juga telah menyepakati pengaturan penerbangan untuk menghindari konflik atau bentrokan di langit.
Selama ini F-22 telah terlibat dalam misi anti-ISIS sejak serangan pertama dilakukan pada 2014 lalu. Tetapi faktanya setelah hampir tiga tahun, ISIS belum juga bisa dihancurkan. Hal ini membuktikan bahwa teknologi canggih seperti pesawat siluman juga tidak mempercepat penyelesaian perang. Bahkan sejumlah pihak mengatakan jet tempur canggih dan mahal tidak cocok untuk perang melawan ISIS, yang dibutuhkan justru pesawat yang mampu terbang pelan dan rendah seperti A-10 Thunderblot II.
Satu hal yang pasti F-35 masih dirundung sejumlah masalah. Apakah ketika pesawat siap dikirim perang melawan ISIS masih berlangsung juga belum jelas. Tetapi jika benar dikirimkan, maka hal ini lebih mungkin untuk disebut sebagai ajang uji coba pesawat. Mereka diuji untuk membunuh langsung di medan perang meski sebenarnya tidak perlu dilakukan.
Perang melawan ISIS memang semakin tidak masuk akal. Koalisi tidak kurang 60 negara yang dipimpin Amerika Serikat dengan mengerahkan teknologi perang paling mutakhir belum juga mengakhiri gerakan kelompok ini. Klaim terus dikobarkan bahwa mereka telah menghancurkan asset-aset penting kelompok tersebut serta membunuh puluhan ribu personelnya.
Rusi juga melakukan hal yang sama. Mereka mengerahkn pesawat dan senjata paling canggih termasuk rudal, jet tempur, kapal selam, kapal perang hingga kapal induk. Tetapi perang tetap saja belum berakhir. Entah apa yang terjadi sebenarnya.