Bi-Plane Perang Dunia I
Tidak ada perkembangan teknologi selama Perang Dunia Kedua secepat perkembangan pesawat. Pada akhir konflik enam tahun tersebut, AS tampil mendominasi langit dengan pesawat seperti pesawat tempur P-51 Mustang dan Boeing B-29 Superfortress.
Pada saat yang sama, Nazi bereksperimen dengan pesawat jet, sementara Jepang bekerja pada pembom antarbenua. Tapi lepas dari teknologi maju saat itu, pesawat dua sayap atau bi-plane masih digunakan dan memegang peranan penting.
Mungkin pesawat di kelas ini yang paling efektif adalah Fiat C.4.42 Falco Italia atau Falcon. Pada saat itu datang dari jalur perakitan pada tahun 1938, pesawat ini sudah sangat kedaluwarsa.
Mungkin mudah untuk bermanuver, tapi pesawat ini lambat, dan hanya bisa membawa senjata ringan. Pesawat ini digunakan selama Pertempuran Inggris di mana keterbatasan mereka menjadi segera jelas, tetapi mereka bernasib sedikit lebih baik di teater Mediterania, di mana Inggris juga mengerahkan model usang.
Falcon benar-benar membuktikan nilai mereka ketika Jerman menggunakan ratusan pesawat ini sebagai pembom untuk serangan malam dan misi anti-partisan. Luar biasa, pesawat kuno ini digunakan sampai Mei 1945.
Bi-plane lain yang digunakan selama perang termasuk Gloster SS37 Gladiator Inggris (biplan tempur terakhir yang digunakan oleh Royal Air Force), dan Polikarpov PO-2 Soviet, yang dirancang pada tahun 1927. tentara Jerman menjuluki sebagai “mesin jahit” karena pesawat ini sangat bising.
Tapi PO-2s tetap menjadi masalah bagi Jerman, terutama selama Pertempuran Stalingrad, ketika pilot perempuan Soviet, dijuluki “Witches Night,” menggunakan mereka sebagai pembom ringan untuk serangan malam. Pilot berani mematikan mesin sementara ketika mendekati posisi musuh dan mengandalkan angin untuk terbang.