US Army Mulai Ketakutan dengan Ranjau Anti-Helikopter Rusia

US Army Mulai Ketakutan dengan Ranjau Anti-Helikopter Rusia

Bukan hanya  rudal anti-pesawat dan senjata lain, helikopter kini mulai menghadapi ancaman baru: ranjau  anti-helikopter yang semakin canggih.

Tidak, ini bukan ranjau darat biasa yang dikubur  di dalam tanah, menunggu helikopter  mendarat kemudian meledak. Mereka benar-benar canggih, senjata senjata pertahanan udara yang dikendalikan radar dan telah dikembangkan oleh beberapa negara terutama Rusia dan Bulgaria.

Dan sekarang Angkatan Darat AS mulai khawatir dengan keberadaan mereka. Dalam proposal penelitian baru  berjudul “Anti-Helicopter Mine and Improvised Explosive Device Countermeasures,” Angkatan Darat Amerika menyamakan ancaman yang dihadapi oleh helikopter dengan yang dihadapi oleh personel darat  dan kendaraan dari IED (bom rakitan).

Sama seperti bahan peledak yang dikubur memacu militer Amerika mengembangkan teknologi kontra-IED, seperti jammers yang menetralisir link radio yang mengontrol perangkat, sekarang Angkatan Darat ingin sesuatu yang mirip untuk menonaktifkan ranjau anti-helikopter serta IED yanag  digunakan dalam peran anti helikopter.

Amerika Serikat sebenarnya sudah memiliki banyak pengalaman dengan ranjau anti-helikopter. Tentara Vietnam Utara dan Viet Cong menggunakan berbagai jebakan anti-helikopter, termasuk bahan peledak yang dipasang di tiang, yang akan meledak ketika sebuah helikopter mendarat. Pada gilirannya, Amerika harus membom zona pendaratan dulu untuk meledakkan ranjau sebelum helikopter masuk. Sebuah kelompok  bersenjata pada 2013 juga merilis sebuah video yang  tampaknya menjadi sebuah improvisasi ranjau anti-helikopter.

  • Baca: Super Ranjau Senjata AS Memblokade China dan Iran

Meskipun demikian, ranjau anti-helikopter yang dibangun sekarang jauh lebih canggih dan berbahaya. Angkatan Darat Amerika mencontohkan ranjau anti helicopter yang dikembangkan  Rusia dan Bulgaria.

Laporan itu menyebutkan Bulgaria,  tampaknya telah mengembangkan perangkat ini sejak  akhir 1990-an, menawarkan beberapa ranjau seperti AHM-200, perangkat seberat 200-pound yang terlihat seperti tabung mortir dan dipasang pada tripod.

Ranjau, diletakkan di permukaan dan tidak  dikubur di tanah, memiliki sensor suara dari suara helikopter sejauh 1.500 kaki. Pada kisaran 500 kaki, radar Doppler melacak target. Ketika helikopter beada pada jarak dalam 300 kaki,  ranjau meledakan kedua proyektil eksplosif  dan bahan peledak dikemas dengan bola baja.

Media Rusia pada 2012 juga merilis video yang menunjukkan apa yang tampaknya sebagai sebuah perangkat yang mirip dengan milik Bulgaria. Seorang ahli Rusia di video itu mengklaim bahwa ranjau anti-helikopter dikembangkan karena rudal panggul anti-pesawat  tidak efektif terhadap helikopter yang terbang lebih rendah dari 300 kaki.

Negara-negara lain juga telah mengembangkan ranjau anti-helikopter. Polandia memiliki alat serupa, sedangkan Austria telah mengembangkan versi yang dipandu inframerah.

Proyek Angkatan Darat akan memiliki tiga tahap, dimulai dengan mengidentifikasi ranjau anti-helikopter dan IED apa saja yang ada di luar sana, mempelari mereka mereka dan membangun mekanisme membunuh. Akhirnya, prototipe akan dikembangkan, dan kemudian Pentagon akan memutuskan apakah akan  membangun system ini.

Mengingat betapa besarnya ketergantungan militer Amerika pada  helikopter, pengembangan ranjau anti-helikpter  adalah berita buruk.  Situasi  akan lebih buruk lagi ketika gerilyawan dan kelompok bersenjata  mendapatkan senjata ini.

Baca juga:

5 Negara dengan Ladang Ranjau Paling Mematikan