Satu mesin pembom B-52 drop out saat melaukan penerbangan pelatihan Rabu 4 Januari 2017. Untungnya bomber ini menggunakan delapan mesin turbofan Pratt & Whitney TF33-P-3/103 mesinsehingga pilot mampu mendaratkan pesawat dengan aman. Dari lima kru yang ada di pesawat tidak ada satupun yang cedera.
Angkatan Udara juga mengirimkan helikopter UH-1N Huey untuk memulihkan puing-puing mesin, yang ditemukan terletak di daerah tidak berpenghuni sekitar 25 mil laut timur laut dari Minot Air Force Base.
Seorang juru bicara Angkatan Udara dalam sebuah pernyataan mengatakan tidak ada senjata yang dibawa B-52 yang menjadi bagian dari 5th Bomb Wing Minot Air Force Base dan sedang melakukan misi pelatihan.
Angkatan Udra tidak menyebutkan akar penyebab kecelakaan itu, namun juru bicara mengatakan penyelidikan keselamatan telah dimulai.
Insiden itu juga bisa memicu perdebatan tentang perlunya mengganti mesin B-52. Pembom Boeing-diproduksi telah terbang sejak tahun 1952 dan diperkirakan akan tetap beroperasi sampai sekitar 2040 atau tergantung kapan Northrop Grumman B-21 masuk operasional.
Pada 2015, Letnan Jenderal Mike Holmes, wakil kepala staf untuk Rencana dan Persyaratan Strategis USAF, mengatakan Angkatan Udara terutama tertarik pada kemitraan publik-swasta untuk membuat mesin daripada harus menyalurkan banyak dana untuk pengadaan mesin baru sendiri.
“Idenya adalah dalam kemitraan publik-swasta, seseorang membangun mesin dan kemudian kita membayar mereka dari waktu ke waktu dari penghematan bahan bakar, yang dihasilkan dari mesin baru,” katanya kemudian.
Pratt & Whitney telah mengusulkan paket upgrade untuk mesin TF33-P-3/103 yang akan membuat mereka lebih murah untuk dipertahankan.
Analis juga telah mengusulkan Pratt PW2000, yang dikenal sebagai mesin F117 ketika dipasang pada pesawat militer, sebagai pengganti potensial untuk TF33 itu. Produsen mesin General Electric dan Rolls-Royce juga bisa menawarkan pengganti mereka sendiri. Saat ini 76 B-52 di persediaan Angkatan Udara.
Baca juga: