Inilah Skandal Sebenarnya Penjualan Kapal Selam Jerman ke Israel

Inilah Skandal Sebenarnya Penjualan Kapal Selam Jerman ke Israel

Israel diseret dalam  “skandal kapal selam” yang berpusat pada kejanggalan dalam pemberian kontrak miliaran dolar di mana  Israel akan mengakuisisi tiga kapal selam Jerman canggih. Ini adalah kontrak kedua setelah  Jerman telah disampaikan lima kapal selam, dari kontrak pembelian enam kapal selam sebelumnya.

Terungkap  bahwa pengacara pribadi perdana menteri  digaji dari oleh produsen  kapal selam, ThyssenKrupp. Kemudian juga terungkap ternyata  Iran memiliki 4,5 persen saham dari ThyssenKrupp dan akan mendapatkan keuntungan dari penjualan mereka. Selain itu, ada hubungan Lebanon dengan produsen kapal selam tersebut.

Tetapi sesungguhnya bukan itu yang terberat. Skandal sebenarnya adalah bahwa Jerman memasok kapal selam ke Israel  yang melanggar  dalam Perjanjian Non-Proliferasi atau Non-Proliferation Treaty (NPT).

Jika diperhatikan  kapal selam yang dibangun untuk Israel bisa digunakan  untuk membawa rudal jelajah jarak jauh yang dipersenjatai nuklir Israel.

Majalah berita Jerman Der Spiegel menyebut rincian dalam enam kapal seri  2012. Kisaran rudal adalah sekitar 1.500 kilometer, yang menjadikan Teheran bisa dijangkau dari Mediterania.

Seolah-olah untuk menghapus keraguan, saat menyambut kedatangan kapal selam terbaru, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan akan melengkapi kapal selam dengan  sistem canggih Israel  yang akan “digunakan pertama dan terutama untuk mencegah musuh kita yang berusaha untuk menyerang kami. Mereka harus tahu bahwa Israel mampu memukul kembali dengan keras siapapun yang berusaha menyakiti kita.” Mengklaim bahwa pemerintah Jerman tidak tahu apa-apa tentang  kapal selam peran nuklir tentu konyol.

Amerika Serikat telah berulang kali menegaskan bahwa itu mereka berkomitmen untuk memperkuat Perjanjian Non-Proliferasi. Perjanjian melarang negara pemilik senjata nuklir (yaitu, AS, Rusia, Inggris, China, dan Prancis)  membantu negara lain dalam memperoleh senjata nuklir, dan melarang negara anggota senjata perjanjian non-nuklir ini menerima bantuan tersebut. Tetapi perjanjian  tidak secara khusus melarang para anggota lainnya memberikan bantuan terkait senjata nuklir, termasuk bantuan untuk di luar NPT seperti  India, Israel, Korea Utara, dan Pakistan, yang semuanya sekarang memiliki senjata nuklir.

Ini memang merupakan celah aneh dari perjanjian yang disepakati pada 1968 tersebut. Salah satu alasan kenapa hal itu muncul karena kala itu ada anggapan bahwa anggota di luar lima negara yang berwenang  memiliki senjata nuklir tidak akan memiliki teknologi senjata yang berhubungan dengan  nuklir untuk kemudian diberikan  ke negara-negara lain, sehingga larangan eksplisit itu tidak perlu.

Celah kedua bahwa  sistem perlindungan hanya membatasi  atau melacak, transfer bahan nuklir yang akan digunakan untuk hulu ledak nuklir. Perjanjian mengabaikan penjualan atau pengiriman kendaraan,  seperti beberapa rudal dan kapal selam strategis, yang seluruhnya dikhususkan untuk meluncurkan hulu ledak nuklir.

Contohnya sebagai berikut; Sebut saja Jerman dan  Amerika yang anggota NPT  tetapi Jerman di luar lima Negara yang disebut di atas. Keduanya akan melanggar perjanjian jika memberikan plutonium yang bisa digunakan untuk membuat hulu ledak nuklir ke India,  Israel, atau Korea Utara, atau Pakistan, kecuali pengiriman diawasi ketat oleh Badan Energi Atom Internasional.

Tetapi jika Jerman dan Amerika  memberikan desain bom nuklir ke salah satu dari negara-negara non-anggota maka  hanya Amerika Serikat yang akan melanggar NPT.  Sementara jika Jerman dan Amerika  menyediakan  rudal berkemampuan nuklir atau kapal selam strategis untuk salah satu dari Negara  non-anggota negara nuklir, maka keduanya tidak akan melanggar  perjanjian.

Namun keberadaan celah dalam NPT ini tidak mengurangi kewajiban para pihak untuk bertindak sesuai dengan tujuan mendasar perjanjian ini. Dalam perjanjian disebutkan bahwa anggota percaya  proliferasi senjata nuklir secara serius akan meningkatkan bahaya perang nuklir.

Dengan memberikan Israel  kapal selam strategis, Jerman telah menjadikan anggota non-NPT seolah menjadi  kebal untuk menyerang di mana saja di Eropa, Afrika Utara, atau Timur Tengah dengan nuklir. Yang pasti ini  bertentangan dengan sikap Jerman (dan Amerika)  bahwa NPT adalah “landasan” dari kebijakan proliferasi mereka.

Ekspor kapal selam Jerman mungkin adalah inkonsistensi yang paling mencolok dalam kebijakan nonproliferasi dari kekuatan-kekuatan Negara besar.

Tetapi Israel bukan satu-satunya anggota non-NPT yang mendapatkan keuntungan dari aturan karet ini. China  telah ditawarkan Pakistan desain hulu ledak dan Rusia telah membantu India membangun sebuah kapal selam strategis nuklir. Kasus-kasus ini menimbulkan pertanyaan: Apakah para penjaga NPT sudah menyerah? Kalau ya maka senjata nuklir akan terus beranak pinak di sudut-sudut bumi yang menempatkan planet ini dalam pinggir jurang petaka.

Diambil dari tulisan Victor Gilinsky di The Bulletin of Atomic Scientist yang  bertahun-tahun menjadi konsultan independen, terutama pada isu-isu nuklir. Dia sebelumnya menjabat  di Komisi Pengaturan Nuklir.

Baca juga:

Insiden Memalukan 2 Agen Mossad Saat Pengiriman Kapal Selam Jerman ke Israel