Site icon

35 Tahun Pengembaraan Tawon Perkasa  

Pada hari pertama Perang Teluk Persia, empat F / A-18C lepas landas dari USS Saratoga untuk membom sebuah lapangan udara di barat daya Irak.   Masing-masing pesawat membawa empat bom MK 84 2000-lb, dua  AIM-7 Sparrow, dua AIM-9L Sidewinder, dan tanki eksternal di  centerline.

Saat  Hornets dari VFA-81 (“Sunliners”) terbang menuju target, pesawat control udara E-2 Hawkeye mengabarkan bahwa ada dua MiG-21 Irak sedang memburu mereka.

MiG mengejar  untuk mencegat Hornets dengan kecepatan  1,2 Mach. Sementara dua Hornet mencoba melawannya, Letnan Komandan Angkatan Laut Mark I. Fox dan pesawat wingman dengan pilot Letnan Nick Mongilio, siap bertarung.

Fox mengunci salah  satu pesawat, menembak kedua Sparrow dan Sidewinder, sementara Mongilio meluncurkan single Sidewinder. Dalam sekejap, kedua pesawat Irak hancur dan itu hanya  40 detik sejak  E-2 memberi peringatan.

Kedua MiG Irak adalah satu-satunya kemenangan udara untuk F / A-18 Hornet / Super Hornet selama beberapa dekade layanan. Tidak  mengherankan, karena lawan dalam konflik Amerika sejak pesawat ini ada memang kurang menantang dalam hal kemampuan udar.  Meski begitu kesuksesan in menunjukkan keberhasilan untuk apa  F / A-18  dibangun.

Hornet tidak selalu pilihan pertama Angkatan Laut. Tapi mereka selalu menjadi  pilihan selama beberapa dekade.

Next: Strike Fighter

F/A-18 Hornet

Hal pertama yang harus diperhatikan tentang Hornet adalah kode “F / A” di F / A-18, yang berarti jet dirancang untuk menjadi jet tempur dan pesawat serang. Pesawat ini adalah cara  Angkatan Laut untuk mengganti beberapa pesawat single misi dengan jet yang bisa melakukan  semua. Membutuhkan waktu lama untuk menunggu kedatangan pesawat ini.

Pesawat-pesawat tempur berbasis kapal induk Perang Dunia II, seperti Grumman F6F Hellcat dan Vought F4U Corsair, bisa membawa beban bom seberat dive bomber, berhasil menggabungkan kemampuan tempur dan serangan ke sebuah pesawat tunggal.

Tapi rasio power-to-weight rendah pada jet awal memaksa militer AS untuk pergi ke arah yang berbeda. Pesawat berbasis kapal induk pada tahun 1950-an dan 1960-an cenderung khusus untuk tempur atau pesawat serangan.

Legenda Perang Vietnam F-4 Phantom menunjukkan potensi untuk memainkan dua peran ini sekaligus. Meski begitu, Angkatan Laut masih khawatir dalam hal membangun  superioritas udara dan melindungi kapal induk  dari pesawat musuh hingga kemudian membangun  Grumman F-14 Tomcat pada tahun 1969. Tomcat adalah pesawat yang baik, tapi juga salah satu pesawat  mahal.

Akibatnya, Angkatan Laut diarahkan untuk mencari alternatif yang lebih murah dengan mengadopsi salah satu pesaing dari Program Lightweight Fighter  Angkatan Udara  Amerika Serikat.

Pilihannya adalah antara pesawat mesin tunggal  General Dynamics YF-16 atau pesawat bermesin ganda Northrop YF-17.  Yang pertama kemudian masuk  ke layanan di Angkatan Udara sebagai F-16 Fighting Falcon.

Angkatan Laut,  lebih suka dua mesin. Setelah Northrop bekerja sama dengan McDonnell Douglas, kedua perusahaan pertahanan bersama-sama membangun versi yang sangat dikembangkan dari  YF-17 untuk Angkatan Laut yang kemudian disebut sebagai F-18.

Pesawat itu akan diproduksi dalam tiga model: F-18 satu kursi untuk menggantikan F-4, A-18 satu kursi untuk menggantikan A-7 Corsair, dan dua kursi TF-18 untuk pelatih yang juga bisa menjadi pesawat tempur.

Namun, Northrop / McDonnell Douglas menggabung varian kursi tunggal menjadi satu F / A-18A, kemudian berganti menjadi dua kursi dengan nama  F / A-18B.

Next: Take Off

Dengan ekor yang miring, pesawat terbang baru masih tampak seperti YF-17, tapi tambahan kunci menjadikan  jet siap untuk layanan di Angkatan Laut. Badan pesawat dan landing gear diperkuat untuk menyesuaikan beropeasi dari kapal induk,  hook arester dan mekanisme sayap  lipat ditambahkan.

Sayap trapesium F / A-18   menyapu 20 derajat di leading edge dan sebuah  straight trailing edge. Leading Edge Extensions (LEX)  di bawah kanopi menyatu kembali ke sayap, memungkinkan pesawat untuk tetap terkendali pada sudut serang  tinggi.

Produsen juga  menambahkan lebih banyak bahan bakar internal untuk memenuhi kebutuhan Angkatan Laut. Menggunakan mesin General Electric F404-400  dengan daya dorong 16.000-lb.

Jet baru memiliki control fly-by-wire, heads-up display, multi-function CRT displays, dan radar  Hughes AN/APG-65. Rudal dipandu inframerah Sidewinder ditempatkan  di ujung sayap Hornet, sementara Sparrow  akan bertahan pada salah satu dari empat stasiun sayap yang juga bisa digunakan untuk bom atau tangki bahan bakar eksternal.  Meriam A 20-mm M61  dipasang di hidung.

Pesawat baru,  secara resmi disebut Hornet, pertama terbang pada bulan November 1978.  Dan semua tidak berjalan baik pada awalnya. Pengujian mengungkapkan masalah termasuk kecepatan lepas landas berlebihan dan roll lepas landas yang harus ditangani oleh perubahan  stabilators horisontal.

Akselerasi transonik juga muncul. Hal itu dikurangi dengan modifikasi mesin tapi tetap bermasalah. Dan radius tempur 460 mil hanya mengalami sedikit perbaikan dibanding  F-4, dan 10-12 persen lebih sedikit dibandingkan dengan A-7.

Tak satu  kekurangan ini menghentikan langkah  Angkatan Laut. F / A-18A pertama memasuki layanan dengan skuadron VMFA-314 Korps Marinir di MCAS El Toro, dan F / A-18 segera dipuji karena akurasi dan kehandalan serangan, untuk pemeliharaan hanya membutuhkan waktu setengah dari perawatan untuk  F-14A dan A-6E Intruder.

Saat  dikerahkan, Hornets mengalami tekanan ketika  terbang pada sudut tinggi serangan mengakibatkan retakan  di bagian ekor. McDonnell (tidak lagi bermitra dengan Northrop) kemudian mengembangkan modifikasi struktural kit untuk memecahkan masalah.

Hornet semakin terkenal ketika tim aerobatic Angkatn Laut Amerika Blue Angels memilihnya untuk menggantikan  A-4 Skyhawk pada tahun 1986.

Blue Angels

Hornet melihat pertempuran  pertama di tahun yang sama ketika F / A-18 dari USS Coral Sea terbang untuk menggempur  pertahanan udara Libya. Sukses ini mendukung penjualan, dan pada akhir tahun 1989 Angkatan Udara  Kanada, Australia, Spanyol, Kuwait, dan Swiss telah memesan F / A-18.

Keluhan tetap ada tentang kurangnya jangkauan Hornet, akselerasi dan kemampuan untuk membawa  bahan bakar lebih banyak.

Untuk mengatasi ini, sekaligus untuk  membuat jet lebih efektif pada misi malam dan semua cuaca mesin, McDonnell Douglas memperkenalkan F / A-18C dan D dua kursi pada tahun 1987. Radar dan avionic  ditingkatkan,  dan  mampu membawa rudal AIM-120 AMRAAM, AGM-65 Maverick, dan rudal AGM-84 Harpoon.

Pod pencari infrared NITE Hawk meningkat kemampuan membunuh Hornet. Serta uprated mesin F404-GE-402  memberi F / A-18C / D 10 persen daya dorong lebih besar.

Hornet  bersinar selama Perang Teluk dengan kesiapan  yang tinggi dan akurasi serangan. Hanya tiga hilang, termasuk satu diterbangkan oleh Marinir Capt. Michael Scott Speicher, yang diyakini menjadi korban pertempuran pertama.

F / A-18 segera mengambil alih misi serangan presisi dari A-6E. Pesawat  ikut dalam misi dari Bosnia dan Kosovo pada 1990-an, memukul target di Afghanistan setelah 9/11, dan terbang dalam Operasi Pembebasan Irak. Yang terakhir F / A-18C dirakit di Finlandia dan disampaikan Angkatan Udara Finlandia pada bulan Agustus 2000.  F / A-18D terakhir disampaikan ke Marinir Amerika pada bulan yang sama.

Next: Super Hornet

Super Hornet / US Navy

Saat Hornet mendominasi langit, Angkatan Laut mulai mencari-cari penggantinya. Sebuah program tahun 1980 untuk menggantikan A-6 menyebabkan munculnya McDonnell Douglas A-12 Avenger, pesawat terbang dengan desain sayap siluman  dengan radar canggih yang mampu membawa senjata presisi.

Secara terpisah, Angkatan Laut berusaha untuk menggantikan F-14 dengan F-22 Raptor varian kapal induk. Sementara itu, Grumman mengusulkan pengembangan versi F-14.

Kemudian  Uni Soviet runtuh. Dengan adidaya saingan Amerika berantakan, program pertahanan baru menemukan diri mereka di bawah mikroskop. Angkatan Laut kemudian  membatalkan A-12 pada tahun 1991 dan menyerah untuk mendapatkan versi kapal induk dari F-22 pada tahun 1992. Dick Cheney,  menteri pertahanan kala itu juga  menolak usulan Grumman untuk pengembangan F-14. Angkatan Laut hanya memiliki satu alternatif: Super Hornet.

Angkatan Laut kemudian memerintahkan pesawat F / A-18E satu kursi dan F / A-18E dua kursi pada tahun 1992. Meski  pesawat ini berbagi banyak karakteristik dengan Hornet asli, mereka sebenarnys pesawat yang berbeda.

Varian E / F  sekitar 20 persen lebih besar dengan berat maksimum  lebih berat.  Pesawat ini  membawa sepertiga bahan bakar internal lebih banyak, menawarkan peningkatan rentang  Hornet yang lebih tua (meskipun masih tidak menyamai F-14).

Sayap 25 persen lebih besar menghasilkan kapasitas muatan lebih dengan tambahan dua  stasiun di sayap. Leading edge extensions  yang lebih besar  memberikan peningkatan daya angkat dan karakteristik  yang lebih baik.

Mesin turbofan General Electric F414-GE-400  dengan daya dorong 22.000 lbs menambah daya  dorong maksimum 35 persen lebih yang memungkinkan F / A-18E / F untuk mencapai kecepatan 1,8 Mach. Super Hornet memiliki banyak persamaan dalam  avionik dan perangkat lunak dengan F / A-18C / D, tetapi sistem yang lebih baru termasuk rdar active electronically scaned array AN / APG-79  membuat varian E / F  lebih efektif.

Sebuah sistem baru untuk mengisi bahan bakar pesawat lain memberi Angkatan Laut kemampuan itu setelah KA-6D dan Lockheed S-3B pensiun.  Varian E / F bahkan menggabungkan ukuran siluman dengan fitur desain yang secara signifikan mengurangi penampang radar depan dan  belakang.

Super Hornet terbang pertama pada tanggal 29 November 1995, memulai program uji lima tahun, dan saat itu  McDonnell Douglas bergabung dengan Boeing. Program uji dipuji meski  juga menunjukkan bahwa perbaikan jangkauan Super Hornet  adalah marjinal dan  mengorbankan kinerja.  Varian E / F tidak bisa memanjat secepat atau manuver juga kalah lincah dibanding  Hal ini diakui  Blue Angels yang baru-baru  mengumumkan transisi mereka ke Super Hornet.

Next: Super Duper Hornet?

Sebuah F/A-18E Super Hornet bersiap lepas landas dari USS Dwight D. Eisenhower dalam misi Resolve Inherent dari Mediterranea 10 Desember 2016 / US Navy

Bahkan dengan keterbatasan, pesawat yang juga dijuluki  “Rhino,” telah menunjukkan nilainya. Pesawat  mulai beroperasi pada tahun 2001 dan melepaskan rudal udara ke permukaan pertama di Perang Irak  tahun 2002.

Pesawat memainakn peran  dukungan dekat, serangan , dan sorti pengisian bahan bakar udara selama Perang Irak. Selai itu juga andil besar dalam  misi tempur di Afghanistan. Mereka telah terlibat dalam memerangi ISIS, dari menggempur  kelompok pertahanan, memberikan pengintaian dan kontrol udara.

Varian lain, EA-18G Growler masuk ke produksi pada tahun 2007 dan mulai beroperasi pada 2009, menggantikan EA-6B Prowler dalam peran serangan elektronik.  Growler menunjukkan fleksibilitas dari desain F / A-18 dengan  menempatkan paket peperangan elektronik menjadi pesawat tempur.

Lebih dari 500 Super Hornet  dibangun, dan masih banyak yang dalam produksi. Karena keterlambatan  F-35C, versi kapal induk dari Joint Strike Fighter, Angkatan Laut telah memerintahkan lebih lanjut Super Hornets untuk mengisi “gap tempur”  karena Hornet yang semakin aus.

Australia telah mengakuisisi F / A-18F dan pembelian oleh Kuwait baru-baru ini disetujui. Kanada baru-baru ini mengumumkan akan membeli 18 Super Hornets bukan F-35.

Bahkan Donald Trump telah membuat keributan dengan pernyataannya di Twitter yang  akan meminta Boeing untuk membangun  Super Hornet dengan kemampuan  F-35.

Rasanya adil  untuk mengatakan bahwa F / A-18 adalah pesawat badass karena sejarah dan keadaan memaksanya untuk itu. Pesawt ini  mungkin tidak selalu menjadi pilihan yang paling diinginkan tetapi telah terbang  untuk hampir setiap pekerjaan.

Exit mobile version