Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo mengaku tengah melakukan investigasi terhadap pembelian helicopter AW-101. Jenderal bintang empat ini belum mengerti kenapa pembelian helicopter itu masih dilakukan padahal sudah dibatalkan.
Bahkan surat pembatalan kontraknya sudah ia kirimkan. “Yang jelas saya sudah tanda tangani pembatalan kontrak. Saya juga sedang mengirimkan tim investigatif kenapa bisa ada pembelian heli itu,” kata Panglima TNI seusai menjadi pembicara dalam diskusi akhir tahun di PP Muhammadiyah, Rabu 28 Desember 2016 sebagaimana dilaporkan Republika.
Saat ini, TNI masih menunggu hasil investigasi soal mengapa ada pembelian Helikopter AW 101 tersebut. “Nanti kita lihat hasil investigasinya,” kata Gatot.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo akan meminta penjelasan langsung dari Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu tentang pembelian helikopter jenis Agusta Westland (AW) 101 tersebut. Presiden meminta agar pembelian Helikopter AW 101 yang akan digunakan sebagai heli kepresidenan tersebut ditunda.
Berdasarkan informasi kepala biro majalah dirgantara Aviation Week di London, Tony Osborne, helikopter pesanan TNI AU telah melakoni penerbangan perdana di Yeovil, Inggris. Helikopter itu tampak dicat loreng dan menampilkan simbol segi lima dengan tepian merah.
- Baca: 10 Helikopter Sipil Tercepat di Dunia
Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsekal Pertama Jemi Trisonjaya tidak menampik kabar tersebut. Namun Jemi membantah pihaknya telah membeli heli tersebut diam-diam.
“Perlu kami luruskan, tidak mungkin TNI AU membeli tidak ada persetujuan pemerintah,” kata Jemi saat berbincang dengan Liputan6.com, Selasa 27 Desember 2016.
Jemi mengakui bahwa anggaran pembelian heli tersebut sempat mendapatkan bintang. Namun, sejalan dengan waktu, stakeholder terkait mencabut bintang tersebut.
“Komisi I DPR, Kementerian Keuangan, Bappenas, Kementerian Pertahanan kan sudah mencopot bintang itu, dan ini TNI AU tidak sendiri, ada keikutsertaan stakeholder terkait, tidak bisa berdiri sendiri,” Jemi menerangkan.
Menurut Jemi, heli yang dibeli bukan untuk VVIP seperti yang pernah menjadi perdebatan akhir 2015 lalu, tapi untuk mengangkut pasukan dan search and rescue (SAR).
“Ini untuk kebutuhan militer, bukan VVIP, untuk SAR, bencana, kita perlu heli yang menampung kapasitas besar, yang mampu membawa pasukan, dan pasti sesuai dengan kebutuhan,” kata Jemi.
Direktur Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan bagian Anggaran Bendahara Umum Negara, Dwi Pudjiastuti Handayani mengatakan, Kemenkeu menghapus tanda bintang atau blokir pada anggaran pembelian heli AW101 ini karena Kementerian Pertahanan (Kemenhan) telah melengkapi persyaratan sesuai halaman IV Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).
“Kalau ada penghapusan dalam catatan di halaman IV (DIPA), itu pasti diusulkan oleh Kementerian/Lembaga yang bersangkutan. Usul penghapusan pada catatan halaman ini, Kementerian/Lembaga sudah menyampaikan dokumen yang dipersyaratkan,” tegas Kamis 29 Desember 2016.
Menurut Dwi yang biasa dipanggil Ani ini, dalam pengajuan anggaran helikopter AW101, Kemenhan tidak menyebutkan secara khusus spesifik jenis heli yang akan dibeli.
Baca juga: