
Kampanye udara Mosul dilakukan di atas kota padat penghuninya dan sebagian besar tinggal di rumah mereka, membuat beberapa serangan akan sangat berisiko memunculkan korban sipil. Hal ini sekaligus meningkatkan kebutuhan untuk amunisi presisi berkadar rendah.
“Tingkat kecanggihan adalah hal yang paling besar dibutuhkan di Mosul dibandingkan beberapa konflik masa lalu,” kata Brigjen Angkatan Darat AS Scott Efflandt, yang mengepalai pusat operasi AS-Irak di Irbil, ibukota Kurdistan Irak di sebelah timur Mosul.
“Di sini kecanggihan musuh, kompleksitas dan ruang lingkup dan ukuran kota membuat bertarung jauh lebih sulit, katanya.
Para pejabat AS menjelaskan berbagai langkah yang diperlukan untuk mengotorisasi setiap serangan udara, termasuk verifikasi intelien. Para pejabat Pentagon mengatakan jarang mereka mengambil serangan yang mereka tahu akan membunuh warga sipil.
Pada saat yang sama, militer AS mengakui bahwa serangan udara telah menewaskan sedikitnya 119 warga sipil di Irak dan Suriah sejak 2014. Kelompok pemantau mengatakan angka yang benar adalah kemungkinan jauh lebih tinggi. Upaya untuk melumpuhkan pertahanan ISIS di Mosul akhirnya menunjukkan kekuatan sekaligus keterbatasan operas udara koalisi.
Meski serangan udara telah mampu menghancurkan pabrik bom mobil dan mortir ISIS, pejabat Pentagon mengakui bahwa militan telah beradaptasi dengan taktik AS, termasuk aturan menghindari korban sipil.
Dalam satu insiden baru-baru ini, militan menembakkan mortir dari antara bangunan asrama yang terletak di sebuah universitas di Mosul yang menyulitkan untuk ditembak. Menurut pejabat militer AS di Irak, tidak ada serangan untuk menghancurkan target itu.
Baik pesawat AS dan sekutu selalu mampu merespon dalam waktu cepat untuk melindungi pasukan Irak atau warga sipil di garis tembakan. Tetapi akan sangat sulit ketika mereka bergabung dengan warga sipil.
Sekitar pukul 17:30 pada 20 November 2016, para pejabat AS yang mengawasi operasi udara menerima laporan dari pasukan kontraterorisme Irak di daerah Mosul bahwa pejuang ISIS telah mengumpulkan sekelompok warga sipil di daerah terbuka di dalam kota, dan tampaknya mempersiapkan untuk mengambil tindakan terhadap mereka.
Sebuah drone diarahkan ke situs untuk mengetahui lebih lanjut. Melalui gambar yang diambil drone para pejabat militer bisa melihat militan memenggal kepala seorang warga sipil, kemudian menembak dua lagi.
Para pejabat segera meminta izin untuk menyerang mereka dengan tembakan tidak akan dlakukan pada kerumunan masa tetapi pada daerah tepat di belakang mereka. Enam menit kemudian, sebuah pesawat berada di tempat dan siap untuk menembak. Bom dipandu laser meledak tepat di belakang kelompok massa dan membuat mereka berhamburan.
Ternyata itu hanya menjadi efek sementara. Kurang dari 20 menit kemudian, para militan kembali, dan mulai mengubur mayat yang menjadi korban.