Perang nuklir menjadi ancaman nyata ketika era Perang Dingin. Tetapi tidak pernah ada orang yang tahu secara pasti berapa ribu orang yang akan tewas ketika baik NATO maupun Uni Soviet memencet tombol nuklirnya.
Setelah Perang Dingin usai, ancaman nuklir jauh berkurang. Tetapi dalam beberapa tahun terakhir laras senjata pembunuh paling mengerikan itu seperti diangkat kembali. Rusia dan Amerika saling ancam. Kedua Negara kembali memperkuat senjata nuklir mereka.
Sepanjang Perang Dingin, ancaman perang nuklir menggantung di atas langit Eropa menjadi sebuah mimpi buruk. Dan setelah hampir satu dekade kontes kekuatan itu berakhir, baru terungkap kejelasan betapa sebuah kiamat akan benar-benar terjadi ketika Soviet menjatuhkan nuklirnya di Eropa.
Kejelasan yang datang dari Carte Blanche, sebuah latihan besar pertama NATO untuk mensimulasikan jika terjadi tukar menukar senjata nuklir dengan Soviet.
Kala itu pejabat akhirnya mendapat perkiraan angka yang benar-benar mengerikan. dengan 1,7 juta orang di Jerman tewas dan 3,5 juta luka. Jumlah orang mati dalam hitungan jam ini akan melebihi korban akibat pemboman strategis selama Perang Dunia II.
Hasil latihan ini benar-benar mengejutkan negara-negara NATO, terutama di Jerman Barat yang dianggap akan menjadi ground zero ketika perang dengan Soviet, dan ini memunculkan kekhawatiran besar para pemimpin. Selama bertahun-tahun sesudahnya, Carte Blanche difokuskan tentang bagaimana menanggulangi nuklir di Eropa.
Setelah Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945, dunia sasdar bahwa senjata ini memiliki sifat distruktif mengerikan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Tapi pemahaman tentang dampak spesifik senjata terutama yang dari senjata nuklir taktis kecil lebih sulit dipahami.
Itu terutama berlaku untuk sekutu NATO, yang tidak memiliki senjata nuklir mereka sendiri dan jenis pemahaman rinci tentang kemampuan dan efek yang berasal dari pembangunan dan kepemilikan senjata.
Nuklir taktis dikemas lebih kecil dari bom strategis yang lebih besar. Logika di balik menggunakan mereka adaah bahwa senjata yang cukup besar untuk mengimbangi kelemahan NATO terhadap keunggulan konvensional pasukan Soviet.