Rusia mengatakan evakuasi 5.000 pemberontak Suriah dan anggota keluarga mereka dari Aleppo Timur telah dimulai.
Seorang pejabat militer Rusia seperti dikutip Kantor Berita TASS mengatakan pemberontak dan keluarga mereka akan dievakuasi melalui koridor kemanusiaan sepanjang 21 kilometer (13,05 mil).
Sebelumnya kelompok-kelompok oposisi Suriah mengatakan bahwa evakuasi wilayah Aleppo yang dikuasai pemberontak sudah sesuai rencana dan diharapkan dapat dimulai Kamis, namun ketakpastian terus terjadi setelah media milik Hizbullah Lebanon mengatakan bahwa perundingan menghadapi permasalahan besar.
Eksodus semacam itu akan mengakhiri perang bertahun-tahun di kota dan menandai kemenangan Presiden Suriah Bashar al-Assad. Perjanjian awal tertunda pada Rabu, evakuasi yang direncanakan gagal dijalankan, dan pertempuran baru meletus di kota.
Iran, salah satu pendukung utama Presiden Bashar, memberikan syarat baru terkait perjanjian gencatan senjata. Iran meminta evakuasi korban terluka secara serentak dari dua desa yang dikuasai oleh pemberontak, berdasarkan sumber dari pemberontak dan PBB.
Namun pihak pemberontak mengatakan pada Rabu malam mereka telah setuju dengan evakuasi warga yang terluka dari desa-desa Syiah tersebut di Provinsi Idlib, dan perjanjian Aleppo kini akan berjalan sesuai dengan rencana.
“Dalam beberapa jam ke depan pelaksanaannya akan dimulai,” kata Abdul Salam Abdul Rajak, juru bicara militer untuk kelompok Nour al-Din al Zinki.
Petinggi kelompok pejuang Jabha Shamiya mengatakan pelaksanaan akan dimulai sekitar pukul 06.00 pagi (04.00 GMT) hari Kamis.
Dia mengatakan sekitar 1.000 orang terluka meninggalkan Aleppo timur pertama kali, lalu seluruh evakuasi akan selesai dalam tiga hari.
Tidak diketahui dengan segera bagaimana perjanjian telah dicapai, dan diragukan oleh unit media militer Hizbullah, kelompok bersenjata Syiah yang didukung oleh Iran dan sekutu dari pemerintahan Damaskus. “Negosiasi menghadapi permasalahan besar, tentang ketegangan dan operasi di garis depan,” katanya.
Gencatan senjata awalanya diprakarsai oleh Rusia, sekutu terkuat Assad, dan pendukung oposisi Turki pada Selasa. Namun evakuasi yang direncanakan dari wilayah yang dikuasai pemberontak tidak terlaksanan dan bombardir dan baku tembak meletus di kota pada Rabu, dengan Turki menuduh pasukan pemerintah melanggar perjanjian.