Inggris akan menjadi negara pertama menggunakan dalil masyarakat antarbangsa mengenai anti-Semit untuk menurunkan kejahatan karena kebencian setelah banyak serangan terhadap warga Yahudi. Padahal sikap kebencian terhadap kelompok Islam juga merebak di mana-mana dan tidak ada tanggapan seserius ini.
Pengertian anti-Semit itu, yang dirumuskan Persekutuan Masyarakat Antarbangsa Pengingat Holocaust (IHRA), digunakan untuk menyulitkan pelaku kebencian terhadap umat Yahudi bebas dari hukuman. Dalil sebelumnya dinilai tidak memberikan pengertian cukup jelas terhadap anti-Semit atau Yahudi.
“Artinya, hanya akan ada satu pengertian anti-Semit, yang mencakup pernyataan atau sikap menunjukkan kebencian terhadap umat Yahudi karena mereka menganut agama itu dan tiap yang dinyatakan bersalah akan dihukum akibat perbuatannya,” kata Perdana Menteri Theresa May dalam pidatonya saat menerbitkan rancangan naskahnya Senin 12 Desember 2016. Ia tidak memberikan keterangan lebih lanjut.
Pemerintah akan menyiarkan pernyataan sikapnya, Selasa terkait penyelidikan anti-Semit yang digelar sebuah komite parlemen, merujuk pada laporan 2015 lalu.
Definisi IHRA terkait anti-Semit itu telah dipakai 31 negara anggota, termasuk Inggris, berbunyi: “Anti-Semit adalah persepsi tertentu terhadap umat Yahudi, yang ditunjukkan dengan kebencian, diwujudkan secara retoris dan fisik terhadap Semitisme, penganut Yahudi atau pribadi bukan Yahudi dan/atau barang mereka, terhadap lembaga, masyarakat dan sarana keagamaannya”.
Salah satu agenda politik yang banyak dibahas di Inggris adalah mengatasi anti-Semit. Pasalnya, Inggris adalah rumah dari populasi Yahudi terbesar kelima dunia. Namun, penganut Yahudi kerap diserang di negara itu.
Lembaga “Community Security Trust” (CST), konsultan keamanan 270 ribu penganut Yahudi mengatakan jumlah kekerasan meningkat 11 persen pada semester pertama tahun ini.
CST mengatakan, sebagian besar insiden itu terjadi pada April, Mei, dan Juni, saat kasus diskriminasi terhadap umat Yahudi diberitakan secara luas oleh media.
Banyak politisi yang khawatir atas tingginya kasus kejahatan akibat kebencian setelah referendum “Brexit”. Akan tetapi cukup sulit bagi mereka menemukan alasan di balik masalah tersebut. Pertanyaan lain apakah hubungan baik antara polisi dan kaum minoritas yang melapor mempengaruhi kondisi tersebut.
Seorang pria pekan lalu dipenjara setelah dituntut jaksa atas “perilaku ofensif, penuh kebencian, dan rasis” pada 2014 dan 2015.
Baca juga: