Sebuah laporan Kongres Amerika Serikat yang dirilis 16 November 2016 lalu menunjukkan bagaimana China bisa mencapai kemajuan militer mereka yang sangat cepat karena mencuri banyak teknologi mereka. Pencurian dilakukan dengan spionase industri dan cyber yang dilakukan oleh badan intelijen.
“Dalam beberapa tahun terakhir, agen China telah mengambil data pada beberapa senjata yang paling canggih dan sistem senjata di gudang senjata AS, seperti jet tempur dan kendaraan selam tak berawak,” bunyi US-China Economic and Security Review Commission.
“Hilangnya teknologi ini dan pertahanan sensitif lainnya merusak superioritas militer AS dengan mempercepat modernisasi militer China dan memberikan China wawasan tentang kemampuan dan operasi senjata dan sistem senjata AS,” tambah laporan tersebut sebagaimana dikutip National Interest Kamis 8 Desember 2016.
Operasi spionase tidak terbatas mengarahkan kegiatan mata-mata terhadap Amerika Serikat, tetapi juga pengumpulan intelijen terhadap sekutu AS dan mitra di Asia, termasuk Taiwan, Jepang, Filipina dan Thailand.
“Amerika Serikat berbagi senjata, sistem senjata, dan rencana operasional dengan sekutu dan mitra, banyak di antaranya menjadi target operasi spionase China,” kata laporan itu. “Infiltrasi ini juga mengancam stabilitas aliansi AS.”
Badan-badan intelijen AS menyatakan China telah mencuri rahasia yang berkaitan dengan jet tempur F-35 dari kontraktor AS. Hasilnya secara kasat mata terlihat pada desain jet tempur siluman China J-20.
Rahasia dicuri termasuk rincian dari sistem penargetan elektro-optik F-35, lapisan penyerap radar dan dan nozel mesin.
Taiwan tetap menjadi target mata-mata utama China dan, sejak tahun 2002, 56 agen China telah ditangkap setelah memperoleh informasi sensitif, termasuk tentang teknologi Amerika yang digunakan Taiwan.
Operasi maya intelijen China baru-baru ini meliputi infiltrasi oleh China pada jaringan di Departemen Kehakiman Filipina yang terlibat dalam penyelenggaraan KTT Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik. Hacker China juga masuk ke sebuah firma hukum yang terlibat dengan Pengadilan Tetap Arbitrase di Den Haag, yang memutuskan klaim maritim China di Laut China Selatan.
Di Australia, mata-mata dunia maya China berada di belakang intrusi besar ke jaringan Biro Meteorologi Australia, yang menyediakan data ke Departemen Pertahanan Australia yang menjadi sekutu Amerika.
“Aktor yang berbasis di China telah melakukan operasi maya yang luas menargetkan Jepang,” kata laporan itu.
National Institute of Information and Communications Technology Jepang melaporkan bahwa China berada di balik 40 persen dari sekitar 26 miliar upaya untuk membobol sistem informasi Jepang pada tahun 2014. Intelijen China juga telah merekrut agen di Thailand dan Filipina.
Kegiatan mata-mata bisa melemahkan dukungan bagi sekutu AS. Misalnya, jika Washington meyakini berbagi informasi dan peralatan dengan mitra Asia datang dengan risiko yang signifikan, maka mereka akan ragu-ragu untuk memberikan dukungan dalam krisis atau konflik masa depan.