
Penurunan hubungan antara Republik Indonesia dan Uni Soviet pada tahun 1965-akibat tindakan pemerintah Indonesia terhadap pemberontakan PKI menyebabkan krisis suku cadang di Angkatan Laut, yang mempengaruhi kapal selam. Untuk menjaga kekuatan operasional, Angkatan Laut Indonesia terpaksa menonaktifkan beberapa kapal selam dan menggunakan bagian mereka untuk memperbaiki kapal yang tersisa.
Sejak itu, jumlah kapal selam Angkatan Laut terus menurun. Kapal selam terakhir dari Kelas Whiskey adalah KRI Pasopati (410) yang kemudian dinonaktifkan pada 25 Januari 1990 dan sekarang menjadi museum kapal selam di pusat kota Surabaya.
Pada tahun 1978, sebelum dekomisioning Pasopati, Indonesia memperoleh dua kapal selam Type 209/1300 dari Jerman Barat yakni KRI Cakra (401) dan KRI Nanggala (402) untuk menjaga keamanan wilayah perairan Indonesia. Kedua kapal selam Jerman telah dirombak beberapa kali di Jerman, Korea Selatan, dan Indonesia.
Indonesia tengah berjuang untuk mengembalikan masa kejayaan skuadron kapal selam. Di antaranya dengan membeli tiga kapal selam kelas Chang Bogo dari Korea Selatan. Kapal selam yang didasarkan juga dari Type 209 Jerman dan dibangun di Korea Selatan dengan lisensi.
Tetapi tambahan tiga kapal masih kurang. Setidaknya Indonesia membutuhkan 12 kapal selam untuk mengaga wilayah yang sangat luas. Jumlah yang sama ketika Indonesia mencapai era kejayaan sebagai kekuatan paling disegani di Asia Pasifik.
Jika kemudian 10 kapal selam yang dikatakan Menteri Pertahanan, maka jumlahnya sudah terpenuhi. Artinya kekuatan kapal selam Angkatan Laut Indonesia akan kembali menjadi kekuatan menakutkan. Tetapi sekali lagi hal ini dengan syarat 10 kapal selam itu benar-benar datang.