
Guevara dan Fidel Castro bertemu di Meksiko, dimana mereka berlatih dan membeli senjata dalam persiapan revolusi Kuba sebelum berlayar ke pulau itu pada 25 November 1956 lalu, 60 tahun sebelum Castro meninggal.
Guevara naik menjadi salah satu orang paling penting dalam pasukan pemberontak dan kemudian di pemerintahan revolusioner, memimpin bank sentral dan kementerian industri, menemui para pemimpin dunia dan akhirnya mengangkat senjata kembali untuk mencoba memicu revolusi di tempat lain di Amerika Latin.
Saat Batista melarikan diri dari Kuba dan pemberontak Castro memasuki Havana, Guevara meletakkan kantornya di benteng La Cabana yang menghadap kota, dimana dia mengawasi pengadilan para pengikut Batista dan eksekusinya.
Pamor dan kharisma petarung itu hanya dapat disaingi oleh Castro dan terus tumbuh setelah dia ditangkap dan dieksekusi oleh tentara Bolivia yang dibantu oleh CIA pada 1967 dalam usia 39 tahun.
Jasad Guevara diambil dari sebuah pemakaman umum dan dimakamkan di Santa Clara pada 1997, saat Komunisme Kuba yang dia bantu berdiri berjuang untuk bertahan setelah Uni Soviet runtuh.
Dalam pemakamannya, Castro menyebut Guevara seorang “nabi” dan dalam sebuah pesan yang ditujukan kepada teman lamanya, mengatakan bahwa Kuba masih mengibarkan bendera sosialisme.
Meski kedua orang itu dibenci oleh para musuhnya yang menyebut mereka mengganggu perekonomian dengan sosialisme dan penahanan atau pembungkaman musuh-musuh dengan kediktatoran ala Soviet, mereka dipandang sebagai sosok pahlawan anti-imperialis bagi banyak prang, terutama bagi mereka yang ada di Amerika Latin dan Afrika.
Baca juga:
https://www.jejaktapak.com/2016/02/28/che-guevara-mengandalkan-molotov-sampai-akhir-revolusi-2/