Turki benar-benar dibuat jengkel dengan Uni Eropa. Presiden Recep Tayyip Erdogan menyebut organisasi itu bukan satu-satunya pilihan. Kini mereka beralih untuk kemungkinan bergabung dengan Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO).
Erdogan pada Senin 21 November 2016 mengatakan bahwa masalah Turki bergabung dengan Uni Eropa bisa diputuskan dalam referendum tahun depan.
Peringatan Erdogan mengikuti ancaman Presiden Parlemen Eropa Martin Schulz untuk memberikan sanksi ekonomi terhadap Turki yang melakukan penangkapan politisi oposisi dan wartawan di negeri ini. Schulz juga mengatakan bahwa Brussels akan menghentikan perundingan aksesi Ankara jika Turki memberlakukan hukuman mati.
Turki mengajukan aplikas untuk masuk Uni Eropa tahun 1987 dengan pembicaraan mulai tahun 2005. Negosiasi mengenai keanggotaan Uni Eropa Turki telah berulang kali ditangguhkan karena perselisihan Siprus dan tudingan Turki yang menekan kebebasan pers.
“Brexit dapat menyebar, suara-suara tersebut terdengar dari Prancis, Italia. Dalam keadaan ini, Turki harus merasa tenang. Kita tidak harus mengatakan bahwa Uni Eropa adalah satu-satunya pilihan. Mengapa Turki tidak bisa menjadi anggota SCO? Saya berbicara tentang hal itu dengan Putin [Presiden Rusia Vladimir Putin dan Nazarbayev [Presiden Kazakhstan Nursultan Nazarbayev]. Partisipasi Turki dalam SCO akan memberi kita lebih banyak kebebasan bertindak dalam hal ini, “kata Erdogan kepada wartawan Turki sekembalinya dari kunjungan resminya ke Uzbekistan sebagaimana dilansir Daily Sabah.
Pemimpin Turki mengatakan bahwa proses normalisasi hubungan dengan Rusia setelah jatuhnya sebuah pesawat Rusia karena ditembak pesawat Turki pada November 2015 di perbatasan Suriah telah mencapai langkah maju.
“Hubungan dengan Rusia yang kita miliki sekarang baik. Semuanya tidak bisa terjadi dalam semalam. Pada tanggal 5-6. ”
SCO adalah aliansi politik, ekonomi dan militer yang mencakup Rusia, China, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan dan Uzbekistan. Negara-negara seperti Belarusia, Mongolia, Iran, Afghanistan, India dan Pakistan masih dalam status pengamat, sementara Turki, Azerbaijan, Kamboja, Armenia, Nepal dan Sri Lanka sebagai mitra dialog.