Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry mengatakan pada bahwa kelompok Houthi Yaman dan koalisi pimpinan Saudi yang melawannya menyepakati sebuah gencatan senjata mulai Kamis 17 November 2016.
Pernyataan itu terjadi saat Washington berusaha mengakhiri perang sebelum Presiden Barack Obama turun dari jabatannya.
Pemerintah Yaman yang diakui secara internasional segera menolak langkah itu, mengeluhkan bahwa mereka dilangkahi. Namun mereka kemungkinan tidak memiliki banyak pilihan jika Arab Saudi, yang mendukung Presiden Abd Rabbu Mansour Hadi secara militer dan finansial itu mendukung langkah tersebut.
Sebagaimana dilaporkan Reuters Rabu 16 November 2016, lebih dari 10.000 orang telah tewas dan lebih dari tiga juta orang lainnya melarikan diri dalam 20 bulan terakhir, dalam sebuah perang yang dibayangi oleh konflik Suriah namun menyebabkan sebuah bencana kemanusiaan.
Kerry, dalam kunjungan yang mungkin terakhir ke wilayah Teluk sebelum masa pemerintahan Obama berakhir Januari mendatang, mencari sebuah terobosan untuk mengakhiri pertempuran antara pihak Houthi yang didukung oleh Iran dengan Presiden Yaman Abd Rabbu Mansour Hadi yang didukung oleh Arab Saudi.
Berbicara setelah menghadiri pertemuan di Oman, yang dekat dengan pihak Houthi, dan di Uni Emirat Arab, sebuah anggota kunci dalam koalisi pimpinan Saudi, Kerry mengatakan bahwa dia telah memberi sebuah dokumen yang mencantumkan gencatan senjata dan kesepakatan damai kepada perwakilan pihak Houthi.
Dia mengatakan bahwa pihak Houthi, yang dia temui di Oman pada Senin malam, telah menyepakati gencatan senjata mulai Kamis. “Dan sejauh ini pihak Emirat dan Saudi, mereka keduanya sepakat untuk mencoba berjalan maju dengan hal ini,” ujarnya.
Gencatan senjata itu akan memiliki peraturan yang sama dengan yang sebelumnya, yang dilakukan pada April hingga akhir Agustus, saat pertemuan damai di Kuwait yang diprakarsai oleh PBB berakhir tanpa kesepakatan.
Pemerintahan bersatu Oman mengonfirmasi bahwa para perwakilan dari Sanaa, ibu kota Yaman yang dikendalikan oleh Houthi, sepakat untuk mematuhi gencatan senjata yang akan dimulai pada 17 November, dengan syarat jika pihak lainnya juga mematuhinya, kantor berita nasional ONA melaporkan.
Kerry mengatakan bahwa berbagai pihak telah sepakat untuk bekerja demi pembentukan sebuah pemerintahan bersatu dalam sebuah Sanaa (ibu kota) yang aman dan terlindungi, sebagai sebuah tujuan menuju akhir tahun”.
Namun Menteri luar Negeri Yaman Abdel Malek Al Mekhlafi mengatakan bahwa pengumuman dari Kerry itu belum dikoordinasikan dengan pemerintahnya.
“Pemerintah belum mengetahui, atau tertarik dengan apa yang diumumkan oleh Menteri kerry, yang menunjukkan sebuah keinginan untuk menyingkirkan usaha-usaha perdamaian dengan mencoba untuk mencapai sebuah kesepakatan dengan pihak Houthi terlepas dari pemerintah,” Mekhlafi menuliskan dalam akun Twitternya.
“Saya yakin pemerintahan AS saat ini tidak mampu memberikan jaminan apapun kepada partai manapun dan apa yang telah dikatakan oleh Kerry itu tidak lebih dari sebuah bualan media,” Mekhlafi mengatakan kepada televisi Al Jazeera dari Qatar.
Yaman merupakan sebuah permasalahan keamana bagi Amerika Serikat, sebagian dikarenakan kuatnya Al Qaeda di negara itu. Pada Agustus, Kerry mengajukan saat sebuah kunjungan ke Arab Saudi bahwa pihak-pihak yang ada di Yaman agar bekerjasama membentuk sebuah pemerintahan bersatu yang akan merangkul pihak Houthi sementara kelompok bersenjata itu mundur dari kota-kota yang mereka rebut sejak 2014.
Dalam pernyataannya di Abu Dhabi, Kerry mengatakan bahwa pihak Saudi, Emirat dan Houthi telah sepakat untuk pertama kalinya untuk mengirimkan perwakilan ke sebuah komite de-eskalasi dan koordinasi, serta menerima rencana duta PBB sebagai dasar negosiasi.:
Inikah Peradaban Modern? 18 Bulan Perang Yaman Tewaskan 10.000 Orang
Baca juga