Cara ini juga terlihat jelas di Asia, pencarian paralel Jepang untuk sekutu terus berlanjut. reklamasi lahan skala besar China di Laut China Selatan dan Timur telah memperpanas hubungan dengan banyak negara ASEAN. Sejumlah fakta bahwa China menjadikan pulau reklamasi ini untuk tujuan militer akan meningkatkan tren hubungan yang tidak nyaman di wilayah tersebut.
Beijing sekarang mampu untuk menyerang sasaran di Filipina dan Singapura dengan rudal balistik, rudal jelajah dan pesawat tempur dari terumbu karang Fire Cross, Subi dan Reef.
Militer Cina juga bisa menyebarkan sistem anti access/ area denial (A2 / AD) dalam semalam. Landasan pacu sepanjang 10 ribu kaki juga telah menjadikan banyak orang khawatir dan akhirnya mengganggu hubungan China dan negara-negara di wilayah itu.
Jepang mencoba memanfaatkan situasi ini dengan meningkatkan hubungan dengan negara-negara yang sedang gelisah karena kebangkitan China.
Pada bulan September, pemerintah Jepang mengumumkan akan memberikan dua kapal patroli baru ke Vietnam setelah sebelumnya mengirim 10 kapal patroli ke Filipina . Selain itu, setelah negosiasi alot, Jepang dan Korea Selatan akhirnya menyelesaikan isu “wanita penghibur” era Perang Dunia II dalam kesepakatan yang ditengahi dengan bantuan Amerika Serikat pada bulan Desember 2015. Isu ini selalu mengganjal hubungan kedua negara.
Dialog trilateral Jepang-Amerika Serikat-Australia uga menjadi kemitraan kunci lain untuk Tokyo. Pada pertemuan terbaru mereka di Washington Juli lalu, para menteri luar negeri dari ketiga negara bersatu untuk mengekspresikan oposisi mereka terhadap gerakan reklamasi China di Laut China Selatan.
Meski Jepang telah energik dalam mengorganisir sebuah front bersatu, salah jika menganggap China akan gentar dengansemua itu. China terus menantang semua kekuatan dunia yang mencoba melawannya dalam klaim laut China Selatan dan Timur.
Baca juga: