Perang luar angkasa sepertinya tidak mungkin dihindari di masa depan. Setelah Amerika menolak untuk membangun senjata di luar angkasa, negara lain seperti Rusia dan China pun terpaksa harus mengimbanginya.
Sejumlah analis Rusia mengatakan keyakinan tentang space war didasari oleh sikap Amerika yang menurut mereka tidak mau mematuhi berdialog tentang militerisasi luar angksa.
Jika Amerika Serikat terus mengabaikan ajakan Moskow untuk menghentikan upaya tersebut maka risiko konfrontasi militer di ruang angkasa secara signifikan tidak bisa dihindari.
Baru-baru ini, badan antariksa Rusia Roscosmos menggebrak dengan tender pengadaan tiga satelit GLONASS yang akan diluncurkan pada 2017-2018. Perusahaan ini diharapkan akan menghabiskan lebih dari satu miliar rubel (sekitar US$ 16 juta) untuk program terseut.
Peluncuran pertama dijadwalkan akan dilakukan 25 Desember 2017 sementara dua yang lain akan dilakukan pada 25 November 2018.
Pada bulan Februari dan Mei 2016, dua satelit Glonass-M juga telah ditambahkan ke dalam sistem GLONASS. Saat ini, sistem tersebut telah didukung 27 satelit, 23 di antaranya berada dalam status operasi, dua yang lain dalam cadangan orbital sementara satu sedang menjalani tes penerbangan, dan yang terakhir sedang menjalani perawatan.
Pakar dan pengamat militer Rusia Viktor Baranets mengatakan jika terjadi konflik militer, satelit komunikasi akan menjadi target penting.
“Situasi saat ini di ruang adalah bahwa tidak ada satelit yang dilindungi, tidak peduli apa mengorbit mereka. Alasannya adalah bahwa bersamaan dengan pengembangan sistem ruang angkasa, AS sedang menggunakan segala upaya mengembangkan senjata ruang angkasa,” kata Baranets kepada Radio Sputnik Kamis 27 Oktober 2016.
Selain itu China juga sudah bergabung dalam permainan, dengan tes rudal anti-satelit pada tahun 2007.
“Rusia memiliki rencana sendiri juga. Saya berpikir bahwa jika Washington terus mengabaikan peringatan Rusia untuk demiliterisasi ruang, yang disebut ‘pertempuran cosmonautics’ akan menjadi kenyataan,” kata Baranets.
Pendapatnya didukung ahli pertahanan Rusia Vasily Kashin. Dalam sebuah wawancara dengan Sputnik, Kashin mengatakan bahwa satelit modern hampir tanpa ada kesempatan untuk melindungi diri dari rudal pencegat.
Pada 2008, pemerintah Rusia dan China mengusulkan kesepakatan internasional untuk mencegah penyebaran senjata di luar angkasa, namun pemerintah AS di bawah Presiden George W. Bush dan Barack Obama telah secara konsisten menolak untuk menyepakati hal itu.
Sebelum Barack Obama menjadi presiden, selama kampanye presiden, ia menyerukan pembicaraan dengan Rusia pada senjata anti-satelit yang dimulai kembali pada 1970-an tapi kemudian dihentikan oleh Washington. Namun, tidak ada kemajuan telah dibuat tentang masalah ini.
Baranets mengatakan tidak bisa dikesampingkan bahwa di masa depan, militerisasi luar angkasa akan menimbulkan ancaman serius bagi seluruh dunia. “Manusia harus memutuskan apakah akan melakukan militerisasi ruang angkasa atau tidak. Ada proses negosiasi yang sangat sulit. Selain itu, AS ingin meloloskan sebuah RUU untuk menyatakan orbit tertentu secara eksklusif milik Amerika,” kata Baranets.
Menurut dia, industri pertahanan Rusia dan AS bekerja untuk mengembangkan sistem tempur ruang angkasa. Jika proses ini tidak berhenti perang ruang angkasa sangat mungkin terjadi.
Ahli menekankan bahwa Perjanjian Luar Angkasa antara AS, Uni Soviet dan Inggris tahun 1967 harus direvisi. Dokumen tersebut merupakan kerangka hukum hukum ruang angkasa internasional, termasuk larangan senjata pemusnah massal ditempatkan di orbit. “Perjanjian harus direvisi sesegera mungkin. Ini akan mencegah militerisasi ruang angkasa. Sekarang, ruang angkasa menjadi tempat untuk serangan efektif terhadap musuh,” ujarnya.
Pada gilirannya, Kashin mengasumsikan bahwa persenjataan anti-satelit adalah kenyataan baru yang harus dipertimbangkan. Dalam realitas baru ini, Rusia, Cgina, Amerika Serikat, serta India dan Iran kemungkinan besar akan memiliki senjata anti-satelit buatan dalam negeri yang canggih.
Baca juga: