Pada 22 Oktober 2016 sebanyak 26 sandera, termasuk dari Indonesia, yang ditawan perompak Somalia akhirnya dibebaskan. Butuh proses panjang dan rumit untuk mengakhiri penyanderaan yang telah berlangsung hampir lima tahun dan menjadi penyanderaan terpanjang kedua dalam sejarah yang pernah dilakukan para perompak.
Setelah menahan 26 pelaut dari kapal Naham 3 selama hampir lima tahun, para perompak pada bulan Agustus setuju untuk menyerahkan mereka ke badan amal Oceans Beyond Piracy (OBP) dengan mendapatkan imbalan yang relatif kecil.
Sebagai langkah awal, mereka mengirim foto di atas yang menunjukkan para sandera dengan membawa kode tertenu. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa seluruh sandera masih hidup. Langkah kedua kemudian mereka menandatangani kontrak.
“Kami punya bukti akhir untuk menunjuukan bahwa awak masih hidup yang kita jadikan dasar untuk membuat kontrak,” kata John Steed, yang mengepalai program Hostage Support Partners untuk OBP.
Steed mengisahkan bagaimana panjang dan rumitnya proses pembebasan tersebut. “Kami pada dasarnya sudah membebaskan sesuatu yang pasukan khusus dari pemerintah akan sangat bangga jika bisa melakukan,” katanya.
Perompak Somalia telah menahan lebih dari 700 sandera sejak tahun 2011 yang menjadi peningkatan dramatis dalam menganggu pengiriman global. Saat itu, penyanderaan adalah sumber pendapatan tetap untuk bajak laut lokal.
“Industri asuransi dan pengiriman yang cukup mampu menjaga pelaut dan kapal mereka akan membayar uang tebusan besar dengan didanai oleh asuransi dan berdasarkan pada nilai kapal dan kargo dan kru, dan semua orang bahagia,” kata Steed.
Tetapi beberapa tebusan tidak bisa dibayar baik karena kemampuan perusahaan atau tidak ada asuransi. “Tiba-tiba, Anda tidak punya aset apapun, Anda tidak punya asuransi, dan akhirnya awak miskin terjebak di Somalia, dan para perompak berpikir mereka hanya menculik korban, seseorang pasti akan membayar tebusan mereka juga, dan itulah kenapa mereka tetap ditahan selama ini. ”
Naham 3 adalah sebuah kapal nelayan milik Taiwan dengan awak 29, dibajak di selatan Seychelles pada Maret 2012. Kapten kapal, Chung Hui-teh, dikabarkan mencoba untuk melawan bajak laut dengan kursi tapi ditembak mati.
Kru kapal berasal dari Kamboja, China, Indonesia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam ditahan di atas kapal yang rusak, yang diikat ke kapal lain yang dibajak dan rusak, Albedo. Ketika Albedo tenggelam, awak Naham 3 membantu menyelamatkan beberapa sandera lainnya yang tenggelam.

Pada bulan Agustus 2013, perompak meninggalkan Naham 3 dan memindahkan kru ke darat. Di beberapa titik, dua sandera meninggal karena sakit.
Pada saat itu, ada sedikit harapan bahwa pemilik kapal akan membayar para sandera karena tidak memiliki asset ataupun asuransi
OBP telah membebaskan sandera dengan situasi yang mirip, termasuk 14 pelaut dari MV Albedo pada 2014 dan empat dari Prantalay 12 di tahun 2015. Namun perompak menahan awak Naham 3 dengan meminta tebusan besar.
Steed, seorang pensiunan kolonel Inggris, mulai bekerja dengan negosiator untuk bajak laut sekitar tiga tahun lalu. Selama ini, dia meyakinkan mereka untuk membiarkan dokter mengunjungi para sandera. Dia juga mulai bekerja dengan tetua suku, tokoh agama, masyarakat setempat, dan pemerintah daerah untuk menekan para perompak agar mau mengambil kesepakatan.
Dalam pernyataan Agustus 2015 Steed mengatakan “negosiasi telah terhenti karena tuntutan yang tidak masuk akal yang dibuat oleh para bajak laut.”
Namun pada bulan Agustus 2016, para perompak membuka kembali negosiasi. Mereka memberikan bukti hidup para sandera dan kemudian mereka menandatangani kontrak.
“Kami pada dasarnya mengirimkan mereka kontrak, dan para pemimpin bajak laut yang menandatangani,” kata Steed. “Ini disaksikan oleh salah satu sandera dari masing-masing negara, dan disaksikan oleh para pemimpin agama, dan sebagainya. Meskipun jelas bukan kontrak yang mengikat, itu tidak mengikat semua orang dalam kesepakatan dan membuat mereka, dalam pandangan kami, berperilaku terhormat. ”
Steed sendiri tidak ada pada saat penandatanganan kontrak. Bahkan, dia tidak pernah bertemu dengan bajak laut.
“Saya berkomunikasi dengan para bajak laut pada banyak kesempatan tapi tidak tatap muka,” kata Steed. “Mereka tidak akan datang mendekati kami.”