Site icon

Rakyat Filipina Masih Lebih Percaya ke Amerika Dibanding China

Meski Presiden Rodrigo Duterte selalu bersuara anti-Amerika dan mengatakan akan bergerak ke arah Beijing, rakyat Filipina ternyata masih tetap lebih mempercayai Amerika Serikat daripada China.

Meskipun kepercayaan terhadap kedua negara itu sedikit turun sejak jajak pendapat sebelumnya pada Juni, jajak pendapat Social Weather Stations (SWS) pada 24 hingga 27 September menunjukkan 55 persen warga Filipina “sedikit percaya” kepada China berbanding 11 persen memiliki keraguan terhadap Amerika Serikat.

Sekitar  76 persen, dari 1.200 responden memiliki “kepercayaan tinggi” kepada Amerika Serikat sementara hanya 22 persen yang menaruh kepercayaan besar kepada China. Jajak pendapat itu tidak meminta petanggap menjelaskan pandangan mereka.

Duterte mengunjungi China pada Selasa 18 Oktober 2016  bersama dengan sejumlah perwakilan usaha, setidaknya 200 orang, saat dia berusaha membuka kerjasama perdagangan baru dengan Beijing, yang dia sebut ditujukan untuk meningkatkan perekonomian Filipina dan menyeragamkan kebijakan luar negeri, yang selama ini bergantung pada Washington.

Dia mencela sekutu lama dan mantan penjajah itu. Dia mengeluh bahwa dia didikte terkait perang terhadap narkoba miliknya oleh Presiden Barack Obama, yang dia sebut “pergilah ke neraka”.

Pada minggu lalu, Duterte menyebut Obama, Uni Eropa dan PBB dengan sebutan “bodoh” karena mengkritik tindakan kerasnya terhadap narkoba, dan mengatakan bahwa dia akan “mempermalukan” mereka jika mereka menerima undangannya untuk menyelidiki tuduhan eksekusi.

Sejumlah warga Amerika di Filipina mengatakan bahwa aksinya telah membuat warga negara dan sejumlah bisnis AS gelisah.

Jajak pendapat terakhir yang dilakukan oleh SWS menunjukkan tingkat kepercayaan tinggi terhadap Amerika Serikat sebesar 81 persen dibandingkan dengan sembilan persen yang “sedikit percaya”. Perasaan terhadap China lebih baik pada saat itu, dengan 27 persen meyakini dan 51 persen kurang meyakininya.

Jajak pendapat itu, yang dilakukan setelah terpilihnya Duterte namun sebelum mulai menjabat, didahului oleh sebuah keputusan dari pengadilan arbitrasi internasional pada Juli di Den Haag yang memberikan pukulan terhadap klaim luas China terhadap Laut China Selatan, dalam sebuah kasus yang diajukan oleh Manila.

Exit mobile version