Site icon

Serang Yaman, Pentagon Berharap Tak Memulai Perang Baru

USS Mason menembakkan rudal SM-2 saat latihan 2016 / US Navy

Angkatan Laut Amerika sudah melesatkan tiga rudal Tomahawk untuk menyerang tiga situs radar milik Houthi Yaman. Ini adalah keterlibatan pertama Amerika dalam perang di negara tersebut.

Namun demikian Pentagon berharap hal ini tidak menjadikan mereka harus memulai perang baru lagi.

Sejauh ini, para pejabat Pentagon tidak ditarik untuk terlibat dalam konflik lebih luas di negara tersebut. Mereka menyebut serangan yang dilakukan pada Rabu sebagai upaya untuk membela diri. Tetapi pada saat yang sama, para pejabat pertahanan mengatakan mereka siap untuk menyerang lagi, jika Houthi terus mengancam kebebasan pelayaran di jalur penting tersebut.

“Terserah mereka [Houthi],” kata seorang pejabat pertahanan kepada The Daily Beast Sabtu 15 Oktober 2016. “Tapi jika mereka tidak pintar, mereka akan terus melakukan hal ini [menyerang kapal negara lain].”

Houthi yang didukung Iran telah bertempur untuk melawan mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh, sekutu AS yang dipaksa mundur dari kekuasaan pada 2012. Sejauh ini keterlibatan Amerika Serikat sebatas memberi dukungan logistic kepada koalisi pimpinan Arab Saudi yang sejak 2015 lalu telah melakukan kampanye militer di Yaman untuk melawan Houthi.

Pejabat Pentagon mengakui bahwa wilayah di sekitar Yaman dalam kondisi rapuh karena serangan terus-terusan.  Saudi kerap dituduh melakukan serangan yang menyasar target sipil.

Setelah serangan Amerika, beberapa jam kemudian Iran mengumumkan mereka telah mengirim dua kapal perang ke Teluk Aden. Pejabat Iran mengklaim penyebaran ini telah direncanakan sejak lama dan tidak terkait dengan serangan Amerika ke Houthi.

“Kapal Iran Alvand dan Bushehr telah dikirim ke Teluk Aden untuk melindungi kapal-kapal dagang dari pembajakan,” menurut Tasnim, kantor berita semi resmi Iran.

Juru bicara Pentagon Peter Cook tidak memberikan informasi apapun tentang intelijen AS untuk menyimpulkan Houthi berada di balik peluncuran rudal ke kapal perang Amerika. Sejauh ini Houthi membantah telah menyerang kapal Amerika, meski mereka mengaku dengan bangga telah menyerang kapal Uni Emirat Arab dengan rudal hingga rusak parah.

Kritikus khawatir bahwa setiap serangan dan counterstrike bisa menarik AS semakin jauh ke dalam konflik. Pasukan AS sudah melakukan serangan udara di Suriah, Irak, Afghanistan, dan  Somalia.

“Para pemberontak telah lama berpendapat bahwa bantuan logistik dan dukungan intelijen Amerika untuk koalisi Saudi membuat Washington sebenarnya telah berperang dengan Houthi. Serangan rudal jelajah terhadap situs radar Yaman hanya akan menambah narasi anti-Amerika,” kata Bruce Riedel, mantan analis CIA yang saat ini menjadi peneliti di Brookings Institution.

Next: Bagaimana AS Melacak Situs Radar Yaman?

Pelaut di USS Mason (DDG-87) selama latihan anti-kapal selam dengan USS Nitze (DDG 94) pada 28 Agustus 2016/ US Navy

Dua pejabat pertahanan Amerika meyakini Houhti telah menggunakan senjata Iran dalam upaya menyerang Destroyer USS Mason milik US Navy. Sementara radar yang ditargetkan oleh AS kemungkinan besar ada jauh sebelum runtuhnya pemerintah Yaman pada 2012.

Analis Hudson Institute Bryan McGrath, mantan kapten kapal, mengatakan kepada The Daily Beast secara teori, dua kapal perusak Amerika yang ada di tempat itu bisa menentukan lokasi radar dengan triangulating sinyal sensor.

Tetapi paling mungkin deteksi atau pelacakan situs radar menggunakan satelit atau pesawat tanpa awak Amerika. Kemungkinan lain juga menggunakan operasi pasukan khusus di darat untuk menentukan lokasi radar.

“Sangat sulit bagi kapal untuk melakukan seperti ini tanpa penargetan eksternal,” kata McGrath.

 

Tom Cooper, seorang analis militer independen dan penulis, mengatakan kepada The Daily Beast bahwa rudal Houthi itu kemungkinan adalah rudal jelajah C-801 buatan China yang kerap disebut mirip dengan Exocet buatan Prancis.

Houhti diduga menerima senjata dan perlengkapan melalui Iran, tapi mungkin C-801 yang digunakan juga milik pemerintah Yaman sebelumnya.

Pada tahun 1995, angkatan laut Yaman memperoleh tiga kapal perang yang diperenjatai dengan senjata CHina.

Kapal dan rudal ini bisa saja jatuh ke tangan Houthi karena semakin banyak militer Yaman membelot ke Houthi dalam beberapa tahun terakhir.

Houthi bisa memasang C-801 pada truk dan memasangkan mereka dengan radar pencarian laut untuk membentuk semacam kekuatan untuk menyerang kapal.

“Tebakan saya,  bahwa ada unit yang terdiri dari mantan perwira dan pelaut dari angkatan laut Yaman yang telah memihak Houthi  dan yang mengoperasikan rudal ini sekarang,” kata Cooper.

Serangan ke USS Mason bukanlah yang pertama. Pada tanggal 9 Oktober, setelah serangan udara di pemakaman Sanaa, pasukan Houthi menembakkan dua rudal ke USS Ponce, sebuah kapal serbu amfibi yang juga dikirim ke Teluk Aden bersama USS Mason dan USS Nitze. Mason yang bertugas  mengawal Ponce, menembakkan rudal permukaan ke udara, untuk menembak jatuh rudal Houthi. Rudal Houthi yang lain jatuh tidak tepat sasaran.

Pasukan Houthi menyerang untuk kedua kalinya pada 12 Oktober, menembak setidaknya satu rudal ke USS Mason. Destroyer ini kembali menembakkan rudal untuk melawannya.

Beberapa jam kemudian perusak USS Nitze meluncurkan rudal jelajah Tomahawk ke tiga instalasi radar yang dicurigai membantu mengarahkan serangan Houthi.

Jika AS Navy berhasil menghancurkan radar unit Houthi, truk dan rudal mereka mungkin masih menjadi ancaman jika dapat memperoleh sensor pengganti. “Amerika Serikat akan menanggapi ancaman lebih lanjut pada kapal kami dan lalu lintas komersial dengan cara  yang sesuai,” kata Peter Cook, juru bicara Pentagon.

Exit mobile version