China, meski tidak berselisih dengan Indonesia terkait pulau-pulau Natuna, telah beberapa kali terjadi kontak tidak nyaman antara kapal perang Indonesia dan China.
“Kami ingin menunjukkan eksistensi kami di daerah. Kami memiliki angkatan udara yang cukup baik untuk bertindak sebagai pencegah,” kata Jemi Trisonjaya, juru bicara angkatan udara Indonesia.
Lebih dari 2.000 personel angkatan udara mengambil bagian dalam latihan dua minggu, yang meliputi penyebaran armada jet tempur Sukhoi dan F-16.
Angkatan Udara Indonesia (TNI AU) menggelar latihan militer terbesar pekan ini di dekat beberapa pulau-pulau di Laut China Selatan. Tidak kurang dari 40 jet tempur berbagai jenis terlibat dalam latihan Angkasa Yudha 2016 yang dibuka Kamis 6 Oktober 2016 oleh Presiden Widodo.
Pesawat-pesawat tempur Indonesia pada Kamis melakukan penerbangan intensif dengan berbagai misi di tepi wilayah Laut China Selatan yang diklaim oleh Beijing.
Sebuah jet tempur Sukhoi terlibat simulasi dogfight dengan dua F-16. Sementara pesawat Hawk 100/200 dan T50i Golden Eagle serta Super Tucano juga melakukan unjuk kekuatan dengan melakukan pemboman ke sasaran di Laut Natuna.
Usai pemboman dilakukan penerjunan oleh Pasukan Khas Angkatan Udara yang melakukan latihan pengamanan daerah dengan menumpang pesawat cargo, yaitu dua CN-295 serta enam C-130 Hercules. Sementara TNI AU juga melakukan penembakan ke sisa sasaran di laut menggunakan meriam Oerlikon dan QW3.
Beberapa unit helikopter Super Puma juga melakukan latihan evakuasi dan pertolongan kepada pilot yang disimulasikan telah “eject” dari pesawat tempur.
Latihan ini jelas membawa pesan untuk negara lain tentang keberadaan Indonesia di wilayah Laut China Selatan yang belum juga mereda ketegangannya.

“Presiden memiliki kebijakan bahwa semua pulau-pulau terluar yang strategis akan diperkuat, baik itu udara, laut atau darat,” kata Jenderal Gatot Nurmantyo Panglima TNI kepada wartawan.
“Negara kita perlu memiliki payung. Dari sudut ke sudut, kita harus menjaganya.”
Sedangkan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan bahwa latihan itu “rutin”, tapi sejauh ini juga terbesar yang digelar Indonesia. Latihan ini mengikuti langkah Widodo pada bulan Juni untuk mengadakan rapat kabinet di papan sebuah kapal perang di lepas pulau Natuna.
China mengklaim hampir seluruh Laut Selatan China, di mana perdagangan senilai sekitar US$5 triliun melintas di kawsan tersebut. Klaim tumpang tindih terjadi dengan Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Vietnam.
Kadispen TNI AU Marsma TNI Jemi Trisonjaya mengakui bahwa latihan ini sebagai upaya unjuk eksistensi.
“Kami ingin menunjukkan eksistensi kami di daerah. Kami memiliki angkatan udara yang cukup baik untuk bertindak sebagai pencegah,” katanya sebagaimana dikutip Reuters.
Meski Indonesia bukan bagian dari sengketa Laut China Selatan, tetapi keberatan dengan masuknya perairan sekitar Kepulauan Natuna dalam nya garis putus-putus yang digunakan oleh China untuk menunjukkan klaim di sana.
Jakarta secara tradisional mengambil posisi netral di Laut China Selatan dan berusaha bertindak sebagai penyangga antara China dan sesama anggota ASEAN.
“Kekuatan keseluruhan ASEAN tergantung sebagian besar pada kemauan Indonesia untuk memainkan peran broker diplomatik ,” kata Euan Graham, Direktur Keamanan Internasional di Lowy Institute, sebuah think-tank berbasis di Sydney sebagaimana dikutip Reuters Kamis.