WARISAN
Namun demikian, Soviet belajar banyak dari pengalaman Lyra, tidak sedikit kombinasi dari serangkaian teknologi inovatif sering mengakibatkan kapal tidak dapat diandalkan.
Kapal Selam Kelas Barracuda ( penyebutan NATO “Sierra”) dari awal 1980-an mengadopsi beberapa karakteristik Alfa, termasuk lambung titanium, tetapi dengan tingkat kinerja yang memungkinkan profil perawatan lebih mudah dilakukan.
Barracuda dioperasikan lebih pelan dari yang Lyras, dan bisa melakukan misi lebih bervariasi.
Kapal serang kelas Shchuka (NATO: “Akula”) mengadopsi banyak teknik otomatisasi yang dipelopori oleh Lyra, yang memungkinkan mereka untuk beroperasi dengan kru yang relatif kecil untuk ukuran mereka.
Pada tahun lalu, berbagai laporan telah muncul bahwa Rusia kemungkinan mencoba untuk menghidupkan kembali template Alfa dengan kapal selam kelas baru, menggunakan teknologi baru yang canggih untuk menyelesaikan beberapa masalah yang ada pada Alfa awal.
Seperti dengan Shchuka, beberapa teknologi dirintis Alfas telah menemukan jalan ke kapal selam kelas Yasen, tapi ini merupakan kapal yang jauh berbeda. Sebuah kelas baru dengan misi sama yakni sebagia “interceptor”, peran yang dilakukan oleh Alfas.
Tapi kemudian, Rusia merumuskan banyak sekali rencana untuk mengembangkan dan membangun senjata untuk mengalahkan dunia. Banyak dari senjata-senjata ini terlihat sangat mengesankan di atas kertas.
Apakah pengganti Alfa akan memasuki layanan (terutama dengan parameter kinerja mirip dengan kelas yang asli) merupakan pertanyaan terbuka.
Industri kapal selam Rusia lolos dari runtuhnya Uni Soviet dengan kesehatan yang lebih besar dari sisa industri galangan kapal, namun demikian tetap jauh lebih kecil dibandingkan puncak Perang Dingin.
Selain itu, anggaran pertahanan Rusia terus di bawah tekanan dengan kondisi ekonomi yang masih bera.
Uni Soviet dan Rusia mulai deprioritizing misi Alfa bahkan sebelum akhir Perang Dingin. Kapal perahu dengan kemampuan serupa (dan mungkin dengan biaya yang sama, setidaknya di awal) harus bersaing dengan prioritas pertahanan yang jauh lebih mendesak.
Sumber: National Interest