Korban sipil akibat perang terus berjatuhan di Timur Tengah, kali ini di Yaman. Sedikitnya 25 orang tewas ketika beberapa pesawat tempur dari koalisi militer pimpinan Arab Saudi menyerang istana presiden di provinsi dan daerah permukiman di dekatnya di Kota Wisata Laut Merah di Yaman, Al-Hodaya.
“Laporan awal mengenai korban jiwa ialah 25 orang, termasuk anak kecil dan perempuan, dan 73 orang lagi dibawa ke rumah sakit dengan bermacam luka akibat serangan udara,” kata satu sumber medis kepada Xinhua.
Beberapa saksi mata dan warga mengatakan beberapa pesawat udara mula-mula menyerang istana presiden, lalu melancarkan serangkaian serangan lagi ke Permukiman Hunood di sekitar istana itu.
Seorang pejabat faksi Al-Houthi mengatakan kepada Xinhua –yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis siang, “Semua pejabat senior di dalam istana tersebut selamat dalam serangan itu.” Itu adalah rangkaian serangan terakhir terhadap sasaran sipil, katanya.
Para pejabat senior kelompok Syiah Al-Houthi sedang menghadiri upacara terbuka yang diselenggarakan oleh kelompok bersenjata tersebut di kota pelabuhan itu untuk memperingati tahun kedua, 21 September –tanggal kelimpok tersebut merebut kekuasaan setelah menyerbu Ibu Kota Yaman, Sana’a, dan provinsi lain di bagian utara negeri itu pada 2014.
Petempur Al-Houthi merebut Al-Hodayda, Ibu Kota Yaman –Sana’a, dan separuh bagian utara negeri itu pada 21 September 2014, sehingga memaksa Pemerintah Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang diakui masyarakat internasional, hidup di pengasingan.
Tindakan tersebut memicu campur tangan angkatan udara oleh koalisi pimpinan Arab Saudi pada Maret 2015, untuk melawan gerilyawan dan memulihkan kekuasaan Hadi serta pemerintahnya di Ibu Kota Yaman, Sana’a.
Anggota Al-Houthi masih sepenuhnya menguasai sebagian besar kota di Yaman Utara meskipun serangan udara dilancarkan secara intensif selama 18 bulan.
Pecahanya perang itu membuat negara asing menutup kedutaan besar mereka dan mengungsikan staf diplomatik mereka.
Perang tersebut sejak itu telah menewaskan lebih dari 10.000 orang, kebanyakan warga sipil, melukai tak kurang dari 35.000 orang dan membuat lebih dari tiga juta orang meninggalkan tempat tinggal mereka, demikian laporan statistik dari berbagai lembaga kemanusiaan.