Saat Israel terus menentang kesepakatan nuklir Iran, sebuah email yang ditulis oleh mantan Menteri Luar Negeri AS Colin Powell bocor. Email itu menyebutkan Tel Aviv senjata nuklir yang cukup besar di gudang senjatanya.
Israel selama ini tidak pernah mengkonfirmasi atau menyangkal dugaan mereka memiliki senjata nuklirnya. Tetapi salah satu email Colin Powell yang bocor menunjukkan bahwa Tel Aviv memiliki setidaknya 200 hulu ledak nuklir yang semua ditargetkan ke Iran.
Email ini sekaligus menunjukkan Amerika sebenarnya tahu Israel memiliki nuklir tetapi jangankan memberi sanksi seperti kepada Iran, hal itu terus dibiarkan.
Sabbah Zanganeh, analis politik Iran dan pakar urusan Timur Tengah, mengatakan kepada Sputnik Persia bahwa keberadaan arsenal nuklir Israel adalah salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap ketegangan di wilayah tersebut.
“Ini semua bagian dari kebijakan standar ganda AS. Orang Amerika sebenarnya menyadari fakta bahwa program nuklir Iran selalu dan masih damai dan tidak menimbulkan ancaman bagi bangsa atau negara lain. AS juga tahu bahwa Iran menentang senjata nuklir, dan bukan hanya karena alasan moral atau kemanusiaan, tapi pertama dan terutama karena keyakinan keagamaannya. Iran menolak senjata pemusnah massal apapun, “kata Zanganeh.
Di sisi lain, ia berpendapat, Israel, yang menikmati dukungan mutlak AS, terus mengancam negara-negara lain di kawasan itu, memprovokasi konflik militer dan menghasut perang melawan Mesir, Suriah, Libanon, Yordania dan Palestina.
“Dengan mengancam kami, Israel menunjukkan sifat rezim dunia dengan kebijakan teror dan ancaman terhadap negara-negara lain di kawasan itu, yang didukung oleh kepemilikan senjata nuklir kuat,” jelas Zanganeh Rabu 21 September 2016.
Ia juga menambahkan bahwa meski hukum internasional mengutuk rezim yang mengancam dan membangun nuklirnya, pada kenyataannya hal ini tidak selalu terjadi. “Tidak ada negara di wilayah ini yang mengatakan situasi ini memuaskan Dalam kasus apapun, pemberian dukungan mutlak untuk Israel- dalam hal solidaritas ideologis dengan kebijakan teror dan ancaman, dengan memberikan bantuan keuangan dan teknologi senjata, dan membantu dalam aktivitas spesifik – menjadi kaki tangan Amerika Serikat. Oleh karena itu, AS juga harus menanggung tanggung jawab penuh untuk situasi yang terjadi, ” Zanganeh menyimpulkan.
Baca juga: