Ulah bengal Kim Jong un yang terus menebar ancaman dengan uji bom nuklir telah menuai banyak kecaman. Tetapi hampir bisa dipastikan Pyongyang tidak akan peduli dengan semua ancaman dan sanksi. Mereka diperkirakan akan terus mengembangkan bom nuklir sekaligus mengujinya sebagai bentuk ancaman bagi negara lain.
Hal lain yang juga tidak kalah mengherankan adalah bagaimana Pyongyang bisa mengembangkan program nuklirnya? Sebuah teknologi yang tidak main-main.
Jika Amerika, Inggris, Rusia atau China dan India bisa mengembangkan teknologi ini, masuk akal mengingat mereka memiliki kemajuan teknologi jauh lebih awal dari Korea Utara selain juga memiliki koneksi dengan negara lain. Tetapi Korea Utara? Darimana sebenarnya kemampuan Korea Utara untuk membangun nuklir ini didapat?
Korea Utara secara resmi mengumumkan program senjata nuklirnya pada tahun 2002. Hanya berselang empat tahun kemudian tepatnya pada 9 Oktober 2006 mereka melakukan uji bom nuklir pertama dengan bom ukuran kurang dari satu kiloton, menurut Federasi ilmuwan Amerika.
Upaya Korea Utara untuk memiliki program nuklir dimulai pada awal tahun 1956. Kim Il Sung, pendiri Republik Rakyat Demokratik Korea menyadari bahwa memiliki nuklir menjadi sebuah kebutuhan penting. Dia pun mengejar teknologi ini dengan merayu sekutu Soviet dan China.
Dan sukses. Hanya enam tahun kemudian, Korea Utara memiliki fasilitas penelitian nuklir yang dibangun sekitar 60 mil di luar Pyongyang di Yongbyon, Korea Utara. Pada tahun 1967, reaktor pertama online dengan bantuan Soviet.
Korea Utara semula mempertahankan teknologi mereka untuk tujuan penelitian untuk pemurnian dan bahan bakar nuklir sepanjang sisa tahun 1960-an dan 1970-an. Pada tahun 1977, mereka bahkan mengizinkan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) untuk memantau reaktor Korea Utara di Yongbyon.
Tetapi tidak sampai tahun 1980-an Korea Utara mulai mencoba untuk mengembangkan teknologi senjata nuklir mereka.
Meskipun Korea Utara menandatangani Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) pada tahun 1985, tetapi secara bersamaan juga mengembangkan teknologi rudal jarak jauh pada pertengahan 1980-an dan membangun reaktor lain untuk pengayakan plutonium tahun 1986.
Keruntuhan ekonomi dan jatuhnya Uni Soviet membantu memberikan kontribusi untuk pergeseran kebijakan nuklir Korea Utara. Dalam catatan Departemen Luar Negeri AS tentang profil dari Korea Utara, jatuhnya sekutu komunis, yang disediakan DPRK dengan dukungan keuangan, menyebabkan perekonomian Korea Utara juga menurun tajam. Mereka juga mulai menjadi lebih terisolasi setelah sekutu ideologis secara bertahap memudar.
Sebuah perjanjian antara Korea Utara dan Selatan pada tahun 1992 menimbulkan harapan bahwa DPRK akan menghentikan ambisi nuklirnya setelah kedua belah pihak sepakat untuk Deklarasi Bersama untuk Non-Nuclear di Semenanjung Korea.
Korea Utara bahkan setuju untuk membiarkan inspektur IAEA ke situs nuklir mereka. Tetapi kemudian menolak memberi akses mereka selama bertahun-tahun mendatang.
Pada tahun 1993, Korea Utara mengumumkan niatnya untuk menarik diri dari Perjanjian Non-Proliferasi. Pemerintahan Clinton hampir merespon dengan serangan militer terhadap situs nuklir DPRK.
Ketika ketegangan meningkat, AS dan pejabat Korea Utara mulai melakukan negosiasi pada tahun 1993, yang menyebabkan apa yang disebut Kerangka Kesepakatan tahun 1994. Pada saat itu, Kim Il-sung meninggal dan putranya, Kim Jong Il, mengambil alih.
Untuk kompensasi Korea meninggalkan program senjata nuklirnya, Amerika Serikat akan memberikan Korea Utara dengan reaktor nuklir yang akan menghasilkan plutonium tingkat rendah yang tidak bisa untuk senjata.
