Filipina terus melakukan langkah menentang Amerika. Setelah menghina Presiden Obama, meminta pasukan khusus Amerika ditarik dari Filipina, menghentikan operasi bersama angkatan laut, kini Presiden Rogrido Duterte menyatakan akan mengurangi penggunaan senjata dari Amerika dan akan beralih ke Rusia atau China.
“Kami tidak menghentikan persekutuan militer [dengan Amerika Serikat]. Namun kami akan mengupayakan kebijakan luar negeri dan militer yang independen,” kata Duterte sebagaimana dikutip dari kantor berita Rusia, Russia Today.
Langkah pertama menuju independensi tersebut adalah dengan menghentikan kebijakan patroli bersama di Laut China Selatan karena Filipina “tidak menginginkan keributan” dengan Beijing. Pada April lalu, angkatan laut Filipina memulai patroli bersama Amerika Serikat di kawasan sengketa Laut China Selatan sebagai respons atas pembangunan pulau buatan di wilayah tersebut oleh Beijing.
Langkah kedua, Duterte mengindikasikan bahwa Filipina mungkin akan mengakhiri ketergantungan terhadap pasokan senjata dari Amerika Serikat dengan mengalihkan sebagian pembelian ke Rusia dan China.
Duterte mengatakan bahwa kedua negara itu telah berkomitmen memberi Filipina pinjaman lunak selama 25 tahun untuk membeli peralatan militer.
Sekitar 75 persen impor senjata oleh Filipina sejak 1950 datang dari Amerika Serikat, kata lembaga penelitian Stockholm International Peace Research Institute.
Saat mengumumkan perubahan kebijakan pertahanan itu, Duterte menyatakan bahwa dirinya ingin membeli persenjataan “yang murah, tanpa syarat, dan transparan.” “Kami membutuhkan peralatan militer yang bisa digunakan untuk operasi melawan pemberontakan. Kami tidak butuh F-16 [yang diproduksi Amerika Serikat] karena kami tidak berniat memulai peperangan dengan negara manapun,” kata dia.
Presiden kontroversial itu telah memerintahkan Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana mengunjungi China dan Rusia untuk mengeksplorasi kemungkinan terbaik.
Satu hari sebelumnya, Duterte juga meminta Amerika Serikat untuk menarik pasukan khusus yang ditempatkan di Mindanao sejak 2002 dengan alasan demi keselamatan mereka dalam menghadapi kelompok bersenjata Abu Sayyaf.
Sementara itu juru bicara Duterte, Ernesto Abella, mengatakan bahwa Filipina akan terus menghormati perjanjian perdamaian dengan Amerika Serikat. “Kami tidak berkhianat kepada siapapun. Kami hanya ingin mengupayakan independensi,” kata dia.
Menteri Luar Negeri Perfecto Yasay juga mengklarifikasi pernyataan Duterte dengan mengatakan: “tidak ada perubahan kebijakan apapun terkait persekutuan dekat kami dengan Amerika Serikat.”
Baca juga:
Presiden Terpilih Filipina: Pembelian Jet F-50 Hanya Buang-Buang Uang