Hubungan Turki-Rusia Berubah 180 Derajat, Barat Terkejut
Sputnik

Hubungan Turki-Rusia Berubah 180 Derajat, Barat Terkejut

Perubahan drastis hubungan Turki-Rusia disebut telah membuat barat terkejut. Moskow dan Ankara diyakini mengirim “pesan multidimensi” ke Amerika Serikat dan Uni Eropa, yang menunjukkan Rusia dan Turki dapat membentuk aliansi ekonomi dan politik alternatif dan tetap menjadi pemain berpengaruh di papan catur Suriah.

Situasi di lapangan di Suriah telah berubah drastis sekarang setelah Moskow dan Ankara telah kembali melakukan kerjasama politik, militer dan ekonomi.

Stanislav Tarasov, kepala think tank Middle East-Caucasus sebagaimana dikutip Sputnik Rabu 7 September 2016, mencatat dalam artikelnya untuk Regnum sebelum ini Rusia dan Iran menentang intervensi Ankara di Suriah dan mengancam untuk melawan upaya tersebut.

Tarasov juga mengatakan Washington terkesan ragu-ragu untuk memberikan lampu hijau untuk operasi darat Turki di Suriah, karena khawatir bentrokan potensial anara Ankara dengan Moskow dan Teheran dapat memicu konflik regional skala besar yang melibatkan anggota-negara NATO.

Namun, ketika Turki meluncurkan operasi”Efrat Shield”, tak satu pun dari para pemain geopolitik berupaya untuk mengganggu inisiatif militer Ankara.

Berbicara kepada sebuah konferensi pers setelah KTT G20 di China, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa operasi militer Turki  bukan sesuatu yang mengejutkan untuk Kremlin, karena ada Kementerian Luar Negeri dan intelijen di Rusia yang terus memantau keadaan.

“Kami mengerti apa yang sedang terjadi dan di mana hal-hal akan terjadi,” kata Putin, seperti dikutip situs resmi Kremlin.ru

Menurut Tarasov laporan itu menunjukkan bahwa Turki telah menegosiasikan rencananya dengan Moskow, Teheran dan Washington sebelum melakukan serangan ofensif.

Namun, masih belum jelas apakah Ankara benar-benar mengkoordinasikan tindakan militernya dengan Rusia atau Amerika Serikat. Namun, tidak bisa dipungkiri hal itu menunjukkan mencairnya hubungan antara Turki dan pemain geopolitik yang lain. Bahkan  Washington baru-baru ini mengusulkan ke Ankara agar mereka melakukan operasi bersama yang ditujukan untuk merebut kembali Raqqa dari ISIS di Suriah. Sebagai tanggapan, Presiden Turki Recep Erdogan mengatakan Ankara melihat ada masalah dalam menerima usulan AS.

“Raqqa merupakan pusat penting bagi ISIS [Presiden AS Barack] Obama ingin melakukan sesuatu bersama-sama [dengan kami] di Raqqa. Kami telah mengatakan kepadanya bahwa ini bukan masalah bagi kami. Apa yang bisa dilakukan di sana akan menjadi lebih konkret setelah pembicaraan,” kata Erdogan kepada wartawan seperti dikutip Hurriyet Daily News.

Pada saat yang sama, berbicara dengan penyiar NTV Rusia, juru bicara kepresidenan Turki Ibrahim Kalin mengungkapkan bahwa Erdogan telah membahas rencana gencatan senjata di wilayah Aleppo dengan Presiden Putin dan Presiden AS Barack Obama pada pertemuan G20 di China.

“Setelah pembicaraan bilateral dengan para pemimpin Rusia dan Amerika, Erdogan mengadakan dua pertemuan tambahan [dengan Putin dan Obama]. Ankara mendapat dukungan penuh dari para pemimpin [Rusia, AS] dari upaya untuk memberantas ancaman terorisme di sepanjang perbatasan Turki [dengan Suriah], ” kata Kalim.

“Sekarang penting untuk memperluas zona ini,” juru bicara menekankan; “Oleh karena itu kekuatan oposisi [Suriah] bergerak lebih dalam ke Suriah, membebaskan wilayah-wilayah baru [dari ISIS].”

Kalin menambahkan menjelang KTT G20, Erdogan telah mengadakan percakapan telepon dengan Vladimir Putin dan memintanya untuk memfasilitasi pelaksanaan gencatan senjata di Aleppo sebelum Idul Adha  yang akan dimulai pada 12 September

Tarasov menekankan bahwa perubahan 180 derajat hubungan Rusia-Turki telah menangkap masyarakat internasional dan negara-negara Barat lengah.

Selain pembaharuan pembicaraan di Suriah, Rusia dan Turki memiliki sejumlah proyek energi dan hubungan perdagangan yang juga segera mencair setelah  terganggu dengan penembakan Su-24 Rusia oleh F-16 Turki pada 24November 2015 di perbatasan Suriah-Turki.

“Dalam hal taktik, kedua pemimpin [Putin dan Erdogan] mengirim pesan multidimensional ke AS dan Uni Eropa, menunjukkan bahwa mereka memiliki alternatif di tengah sanksi terhadap Rusia dan potensi ancaman sanksi Barat terhadap Turki,” tekan Tarasov.

Dia menambahkan, bagaimanapun, bahwa pada tingkat strategis, banyak pertanyaan tetap terbuka, khususnya, pendekatan negara-negara ‘menuju solusi dari krisis Suriah dan masa depan negara ini.

Tetapi bagaimanapun  Rusia dan Turki baru-baru ini menunjukkan kepada Barat bahwa mereka mengejar tujuan kebijakan luar negeri yang pragmatis dan tetap menjadi pemain berpengaruh di Timur Tengah.