Modernisasi cepat kemampuan cyber war militer Rusia memaksa Amerika Serikat bergegas untuk mengembangkan kemampuan serupa yang dapat digunakan untuk konflik besar yang melibatkan force-on-force atau pasukan melawan pasukan di berbagai tempat seperti Eropa.
Selama ini Amerika lebih banyak terlibat pada konflik atau perang melawan pasukan non negara yang tidak membutuhkan kemampuan perang elektronik tinggi.
Pada 11 Agustus, Angkatan Darat AS mengumumkan penciptaan kantor baru yang disebut Army Rapid Capabilities untuk mencegah kesenjangan kemampuan yang dialami militer Amerika dalam beberapa tahun terakhir
“Musuh kami melakukan modernisasi dengan kecepatan tinggi, dan dalam beberapa kasus, kemampuan kami tidak memadai untuk menjaga dan mempertahankan keunggulan kami,” Mayor . Jenderal Walter E. Platt, yang bertanggung jawab pada operasi kantor baru tersebut.
“Kita perlu memastikan bahwa mereka di bawah kita, bukan sebaliknya.” Tambah Doug Wiltsie, Direktur Army Rapid Capabilities Office.
Sekretaris Angkatan Darat Eric Fanning secara samar mengatakan bahwa pembentukan kantor baru akan bekerja pada pengembangan kemampuan baru daripada menciptakan peralatan baru.
Menurut Defense News mengutip seorang analis militer, banyak otoritas militer telah terkejut dengan laju inovasi dalam peperangan elektronik yang dipamerkan Rusia dalam kampanye Suriah.
Amerika melihat penggunaan gelombang baru yang dapat mengganggu elektronik musuh dan pesawat siluman.
Menurut Fanning kombinasi dari sistem udara tak berawak dan cyber ofensif dan kemampuan perang elektronik canggih dimiliki pasukan Rusia.
Dia mengatakan bahwa kantor baru ini akan mempercepat pengembangan cyber dan peperangan elektronik, dan posisi dan waktu gigi.
Army Rapid Capabilities akan menggunakan investasi untuk melaksanakan prototyping strategis, evaluasi konsep dan melengkapi perlatan secara terbatas terutama di wilayah yang teknologi berkembang cepat.
Steven Pifer, mantan duta besar AS untuk Ukraina, mengamati bahwa pembentukan kantor tersebut akan berarti bahwa AS telah bergeser fokusnya dari Timur Tengah, di mana ia telah berpartisipasi dalam sderetan konflik dan sekarang beralih ke Eropa.
“Dugaan saya adalah bahwa setelah 15 tahun melakukan operasi sebagian besar kontra-pemberontakan di Timur Tengah, Angkatan Darat sekarang melihat bagaimana hal itu akan melakukan konflik besar force-on-force di tempat seperti Eropa,” katanya.
Baca juga: