Battleship, binatang buas raksasa di permukaan samudera yang pernah menjadi kekuatan dan symbol kebanggaan angkatan laut banyak negara pada masa lalu.
Dan dari sekian banyak battleship, ada dua yang sangat terkenal. Kapal Yamato milik Jepang dan Iowa milik Amerika Serikat. Keduanya sama-sama merasakan arena perang dunia II. Tetapi sejarah tidak pernah mempertemukan dua kapal ini dalam satu arena pertempuran.
Pertanyaannya bagiamana jika kedua kapal ini head to head dalam sebuah pertempuran? Di salah satu sudut, Yamato dengan berat 65.000 ton dan menjadi kapal perang terbesar dalam sejarah. Di sudut lain, Iowa yang meski lebih ringan dengan bobot 45.000 ton tetapi telah menjadi kebanggaan armada kapal perang Perang Dunia II Amerika
Jon Parshall, sejarawan dan penulis Shattered Sword: The Untold Story of the Battle of Midway telah melakukan analisa dengan mengadu berbagai kapal perang di dunia dalam situs Combinedfleet.com.
Di antara kapal perang ia membandingkan adalah Yamato dan Iowa dengan berdasarkan pada lima kriteria: senjata, armor, perlindungan bawah air, pengendalian tembakan dan faktor taktis seperti kecepatan dan pengendalian kerusakan. Yang pasti ini akan menjadi duel akhir dari dreadnoughts. Mari kita lihat satu per satu kriterianya.
1. Senjata
Senjata
Senjata 18.1 inchi Yamato adalah yang terbesar yang pernah dipasang di kapal perang. Mereka memilih strategi ini karena tidak mampu menyamai Amerika dalam hal kuantitas selain juga doktrin angkatan laut Jepang bhawa setiap kapal perang harus lebih kuat dibandingkan dengan milikAS. Sembilan meriam 18 inchi Yamato bisa memuntahkan shell 3.200 pon pada jarka 26 mil, sedangkan sembilan senjata Iowa 16 inci bisa mendorong shell 2.700 pon dengan rentang 24 mil.
Meskipun amunisi Jepang kurang efektif dibandingkan milik Amerika, jarak tembak telah menjadi keunggulan Yamato. Namun masalah yang sebenarnya justru pada bagaimana memukul target di tempat pertama. Mengingat sistem pengendalian tembakan era Perang Dunia II untuk menembak kapal perang bergerak 30 mil per jam dari jarak 25 mil sangat sulit untuk dilakukan.
Dalam analisinya Parshall mengasumsikan bahwa kedua kapten kapal perang akan menjaga kisaran kurang dari 23 mil. Pada jarak itu, baik senjata Yamato dan Iowa bisa menembus baju besi lawan masing-masing. “Saya mengatakan ada banyak keberuntungan yang terlibat di sini,” jelas Parshall. “Pengendalian tembakan Iowa lebih baik. Tetapi jika Yamato mendapat keunggulan untuk bisa melakukan setidaknya dua tembakan pertama. Tetapi sistem pengendalian tembakan tidak mumpuni” Jadi Parshall menilai dari sudut ini kedua kapal akan dalam posisi seimbang
2. Armor
Armor
Yamato tampaknya memiliki kelebihan di sisi ini. Dengan perlindungan 16 inci belt sementara Iowa 12 inci. Kapal Jepang memiliki armor 9 dek untuk Iowa 6. Sementara di bagian dimana meeriam utama ditempatkan Yamato memiliki armor 26 inci sementara Iowa hanya 20 inci.
“Yamato itu dibangun untuk benar-benar lebih kuat dibandingkan kapal lain dari Amerika dan Inggris,” tulis Parshall. “Tata letak armornya sebenarnya bukan yang paling efisien, tapi dia memiliki banyak baju besi, sehingga tidak terlalu penting [soal tata letak].”
Jika Yamato memiliki lapis baja tebal di mana-mana, armor Iowa hanya tebal pada daerah-daerah tertenu yang dianggap rawan. Namun, Parshall menunjukkan, hanya Amerika yang mampu membangun kapal perang dengan lambung dan interior yang dibangun seluruhnya dari baja khusus, yang berarti bahwa kapal perang AS bisa jadi lebih kecil dan lebih ringan tetapi memiliki kemampuan sama kuat dengan kapal yang lebih besar. Meskipun demikian, Parshall melihat dalam hal armor Yamato tetap lebih unggul dibandingkan Iowa.
3. Perlindungan Bawah Air
Perlindungan Bawah Air
Mengapa armor bawah air kapal perang itu penting? Ketika bertempur, kapal perang saling meluncurkan meriam besar satu sama lain untuk menyerang bagian bawah kapal. Karena memang hampir semua kapal perang lebih di bagian bawah ini tidak sekuat baja di bagian atas.
Sebagai contoh kapal perang Jerman Bismarck, yang akhirnya diburu dan tenggelam setelah shell 14 inci dari Prince of Wales Inggris mendarat pendek meluncur melalui air dan menembus kapal perang Jerman di bagian bawah yang menggunakan baja lebih ringan.
Sebagai bagian dari upaya untuk keunggulan kualitatif, Jepang melatih awak kapal perang untuk mencapai hit di bawah air seperti menghancurkan lawan. “Kemungkinan setiap shell yang diberikan memberikan efek bawah air yang baik adalah cukup rendah,” Parshall mencatat. “Ketika menembakakan sheel ke udara saja sering kali hal-hal aneh terjadi. Maka hal yang sama juga bisa dilihat ketika meluncurkan rudal di bawah air ”
Dari tujuh kapal perang yang dianalisis Parshall, Yamato dan Iowa memiliki armor terbaik di bawah air. Namun, Yamato memiliki jahitan yang buruk antara sabuk baja atas dan bawah, yang memungkinkan air untuk masuk ketika ia dihantam rudal atau torpedo. Jadi dalam hal ini Iowa pegang keunggulan
4. Pengendalian Tembakan
Pengendalian Tembakan
Keahlian menembak menjadi titik penting ketika bertempur dan mencoba menghantam target bergerak pada jarak 25 mil. Meski target itu berukuran hampir tiga kali lapangan sepak bola. Dalam sistem pengendalian tembakan Iowa pegang kendali. Parshall menilai radar pengendalian tembakan Jepang cukup miskin, sementara radar pengendalian tembakan Amerika harus diakui sebagia yang terbaik di dunia.
“Dalam tes 1945, sebuah kapal perang Amerika (North Carolina) mampu mempertahankan secaa konstan [pengendalian tembakan ] bahkan ketika melakukan back to back kecepatan tinggi dan berubah 450-derajat, diikuti dengan back-to-back bergantian 100 derajat ,” tulis Parshall.
“Ini adalah performa yang jauh lebih baik daripada sistem kontemporer lainnya,” ia melanjutkan, “Dan memberikan kapal perang Amerika keunggulan taktis yang besar karena bisa menembak sekaligus melakukan manuver, sedangkan lawan mereka hanya bisa melakukan salah satu saja pada satu waktu.”
Namun, Jepang memiliki pengukur jarak optik yang luar biasa dan teropong malam, yang memungkinkan mereka untuk mengejutkan dan memusnahkan Angkatan Laut AS di malam pertempuran Guadalcanal. Tapi optik ini juga rentan terhadap cuaca buruk dan asap.
“Semua optik bekerja dengan sangat baik untuk menentukan titik dan jalur pergerakan target tapi tidak begitu baik menentukan jangkauan,” kata Parshall. “Radar Perang Dunia II, pada flip, bisa memberikan Anda informasi rentang yang sangat baik. Lagi-lagi Iowa ada di atas angina.
5. Faktor Taktis dan Akhir Permainan
Faktor Taktis
Parshall membandingkan beberapa faktor, seperti kecepatan dan pengendalian kerusakan. Iowa bisa berlayar pada 33 knot semenara Yamato 27, yang akan memberi beberapa keuntungan dalam membuka atau menutup kisaran. Yamato memiliki perpindahan sepertiga lebih besar dari Iowa, yang akan memberi kemampuan lebih besar untuk menahan kerusakan. Tapi ketika datang untuk mengkontrol kerusakan Amerika jauh di depan Jepang dan negara-negara lain.
Jadi siapa pemenangnya? Dengan memperhatikan sejumlah data itu Parshall masih memegang Iowa dalam pertarungan ini. Meski menurutnya pertempuran akan berlangsung sangat ketat. Kecuali Yamato mampu menghancurkan radar Iowa pada serangan awal, maka Yamato akan mampu memporakporandakan Iowa atau setidaknya menjadikan kapal perang AS ini lari tunggang langgang.
Tetapi tentu saja, skenario ini adalah sebatas hipotetis, dan masih sangat banyak hal yang mempengarhui dalam perang. Termasuk bagaimana kehandalan laksamana kapal mengatur strateginys
Yamato dan Iowa jika bertemu dalam pertempuran juga dipastikan tidak sendirian karena kedua petinju kelas berat ini dikelilingi oleh kapal penjelajah, kapal perusak dan kapal selam. Analisa ini dibuat setidaknya untuk sedikit menjawab banyaknya rasa ingin tahu bagaimana jika kedua kapal ini benar-benar bertemu di medan laga
Pada tahun 1945 era battlewagon sudah berakhir, tenggelam di bawah tekanan berat pesawat. Bahkan, Yamato tenggelam saat bunuh diri ketika lari ke Okinawa pada tanggal 7 April 1945 saat kewalahan oleh gelombang pembom AS berbasis kapal indukl
Sementara Iowa menikmati karier melewati Perang Dunia II, Perang Korea dan bahkan diaktifkan kembali sampai tahun 1980. Dia banyak membombardir target darat tetapi tetapi tidak pernah memiliki kesempatan untuk terlibat pertarungan dengan kapal perang musuh.