Di balik gemuruh pelarangan jilbab di Eropa, Skotlandia mengambil langkah berbeda. Kepolisian negara ini menjadikan jilbab sebagai seragam opsional mereka.
Peraturan ini diharapkan akan mendorong lebih banyak perempuan muslim untuk bergabung dalam jajaran kepolisian. “Saya senang untuk mengumumkan ini dan menyambut dukungan dari komunitas muslim dan masyarakat luas, serta petugas polisi dan staf,” kata Kepala Kepoisian Scotlandia Phil Gormley.
“Saya berharap bahwa ini opsi seragam kami akan memberikan kontribusi untuk membuat staf kami lebih beragam dan menambah keterampilan hidup, pengalaman dan kualitas pribadi yang akan dibawa perwira dan staf ke masyarakat Skotlandia.”
Sebelumnya petugas bisa mengenakan jilbab dengan izin terlebih dahulu, tapi sekarang ketika resmi dinyatakan sebagai bagian dari seragam pasukan itu, semua polisi wanita muslim bebas mengenakan jilbab tanpa mengurus izin.
Sikap Skotlandia bertentangan dengan negara-negara lain yang terus menunjukkan anti Islam terutama jilbab.
Di Jerman, Walikota Brandeburg, sebuah kota sebelah barat dari Berlin, baru-baru ini memecat karyawan magang yang menolak untuk melepas jilbabnya di tempat kerja. “Jilbab adalah sarana untuk mengekspresikan pandangan dunia keagamaan,” kata Walikota Elisabeth Herzog-von der Heide.
Wanita asal Palestina telah bekerja pada sebuah proyek pengungsi selama enam minggu di kota Luckenwalde. Wanita berusia 48 tahun itu mengatakan dia tidak ingin menghapus jilbabnya di hadapan laki-laki.
Thomas de Maiziere, menteri dalam negeri Jerman baru-baru ini mengumumkan bahwa jilbab “tidak termasuk di negara kosmopolitan kami.” Pernyataan itu memicu perdebatan seputar pakaian Islam dan ketegangan xenophobia.
Sementara di Prancis baru-baru ini muncul foto-foto polisi bersenjata memerintahkan seorang wanita untuk melepas jilbabnya ketika dia ada di sebuah pantai Nice.