Electronic Warfare Datang ke Laut China Selatan, Apa Pentingnya?
USAF

Electronic Warfare Datang ke Laut China Selatan, Apa Pentingnya?

Sebuah sistem perang elektronik atau electronic warfare telah muncul dan berkembang di kawasan Laut China Selatan.  Seringkali tidak seheboh ketika pengiriman senjata dengan daya bunuh langsung, tetapi electronic warfare sebenarnya sangat penting dan juga berbahaya.

Salah satu karakteristik dari tindakan China di Laut China Selatan adalah dengan pembangunan instalasi radar di sejumlah pulau buatan di wilayah ini. Dilaporkan CSIS Asia Maritime Transparency Initiative, berbagai instalasi radar telah dibangun di Cuarteron Reef, Fiery Cross Reef, Gaven Reef, Hughes Reef, Johnson Reef, Mischief Reef dan Subi Reef.

Tujuan dari instalasi ini akan bervariasi dan beberapa akan memiliki fungsi ganda  misalnya beberapa radar di Fiery Cross Reef dan Subi Reef akan digunakan untuk memfasilitasi operasi pesawat dari landasan pacu yang dibangun di tempat tersebut. Tetapi bersamaan  fasilitas juga akan secara signifikan memperluas kesadaran situaslonal secara real-time dan kemampuan ISR dari China di sebagian besar wilayah Laut China Selatan.

Bagi sebagian besar orang, radar mungkin tidak terlihat sepenting senjata lain seperti baterai rudal anti-udara, artileri atau bahkan landasan pacu dalam hal infrastruktur yang diinstal pada fitur buatan.

Tetapi kenyataannya adalah bahwa penggunaan radar oleh China telah menjadi perhatian mendesak bagi negara-negara lain yang beroperasi di wilayah tersebut.

Sistem radar yang tersebar memperluas kemampuan ISR di Laut China Selatan, dan dalam kombinasi dengan jaringan militer dan satelit intelijen China yang berkembang, kemungkinan akan memungkinkan untuk melakukan pelacakan real-time pada kapal dan aset militer lainnya di kawasan itu.

Perlu dicatat bahwa hal peralatan yang uplink satelit juga sedang dibangun di banyak tempat di kawasan itu. Hal ini memungkinkan untuk menempatkan senjata yang lebih canggih dan dapat diandalkan untuk mencapai kemampuan menargetkan target over  the horizon. Selain itu juga memperluas kemampuan cakupan anti access area denial AD / A2 untuk target bergerak seperti kelompok tempur kapal induk.

Koordinasi aset maritim China di Laut China Selatan, seperti milisi angkatan laut, juga akan mendapatkan keuntungan dari meningkatnya kesadaran situasi wilayah.

Fasilitas ini juga mungkin memungkinkan militer China untuk melakukan jamming aktif sensor elektronik radar lain di wilayah tersebut. China sudah memiliki sejarah denegan kegiatan ini di Laut China Selatan, dengan laporan tahun lalu bahwa usaha sedang dilakukan untuk menganggu mengganggu uplink GPS dari Amerika pesawat pengintai RQ-4 Global Hawk Amerika.

Hal ini mungkin yang menjadi alasan jelas dengan pengiriman empat pesawat serangan elektronik EA-18G Growler Angkatan Laut AS ke Filipina pada bulan Juni lalu.

Alasan dinyatakan untuk penyebaran mereka adalah untuk “misi pelatihan bilateral,” tapi Growlers kemungkinan besar juga melakukan operasi pengintaian dan SIGNT di Laut China Selatan.

Growler juga memiliki kemampuan untuk menyadap radar seperti yang sedang diinstal China di pulau buatan. Hal ini masuk akal jika kemudian kita melihat skenario berkembang aset electronic warfare Amerika akan fokus pada infrastruktur radar China di Laut China Selatan yang terus berkembang.

Kemampuan electronic warfare diarahkan ke daerah ini dalam upaya untuk mengendalikan atau mengganggu domain kesadaran, aspek penting dari koordinasi pasukan militer di seluruh wilayah untuk kedua belah pihak.

Peningkatan kemampuan electronic warfare juga dapat menjadi cara yang sedikit samara dan terlihat kurang agresif bagi pasukan AS untuk mendukung sekutu Asia Tenggara di wilayah tersebut.

Jenis operasi semacam ini akan terus tumbuh di masa depan, terutama karena infrastruktur radar militer China akan semakin lengkap. Amerika pun akan terus meningkatkan kehadiran spektrum elektronik. Kontes ini, jika tumbuh dan terus berlanjut pada akhirnya hanya akan menambah ketegangan yang bisa mendasari pecahnya konflik di Laut China Selatan.

Sumber: National Interest