Tiga Minggu, 1.800 Orang Tewas dalam Operasi Narkoba Filipina
Business Insider/Reuters

Tiga Minggu, 1.800 Orang Tewas dalam Operasi Narkoba Filipina

Ketika Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, mulai menjabat pada Juni, ia berjanji untuk melakukan tindakan keras untuk menyapu perdagangan narkoba di negara tersebut. Dan hanya dalam waktu tujuh minggu sejak itu sudah hampir 1.800 orang yang diduga pengedar narkoba telah tewas.

Di bawah Duterte, 712 tersangka narkoba tewas dalam operasi polisi yang digelar sejak 1 Juli. Semenara 1.067 pembunuhan yang dilakukan oleh kelompok yang main hakim sendiri telah terjadi selama kurun waktu yang sama.

Hal itu disampaikan Kepala Kepolisian Filipina Ronald dela Rosa, mengatakan kepada sebuah komite senat Filipina pada Senin 22 Agustus 2016 dan dikutip New York Times.

Senator telah mempertanyakan tindakan ini terkait hak asasi manusia. Para senator juga mendengar dari saksi yang menuduh polisi menembak mati anggota keluarga mereka karena tuduhan terlibat dalam obat-obatan terlarang.

Senator Leila de Lima, kepala komite keadilan Senat sebagaimana dikutip AP, mengatakan dia khawatir bahwa penegak hukum dan warga menggunakan kampanye melawan obat untuk “melakukan pembunuhan dengan impunitas” karena banyak pembunuhan tidak dilakukan sesuai hukum.

Warga yang keluarganya menjadi korban penembakan operasi narkoba saat ikut sidang senat/Business Insider/Reuters
Warga yang keluarganya menjadi korban penembakan operasi narkoba saat ikut sidang senat/Business Insider/Reuters

“Kami ingin tahu kebenaran di balik pembunuhan dan kekerasan. Apa yang sebenarnya terjadi dan mengapa hal ini terus terjadi? “kata  De Lima dalam bahasa Tagalog.

“Saya tidak mengatakan pembunuhan dan penggunaan kekuatan mematikan tidak memiliki dasar hukum, tapi terlalu banyak yang telah dibunuh bagi kita untuk tidak curiga dan tidak mempertanyakan apakah aturan telah diikuti.”

Antara 1 Juli dan 15 Agustus 665 orang tewas oleh polisi sementara 899 lainnya dibunuh oleh pembunuh tak dikenal dela Rosa melaporkan kepada komite pekan lalu, menurut Washington Post. Polisi tidak menjelaskan peningkatan drastic dalam kematian selama seminggu terakhir.

Serentetan pembunuhan telah memunculkan kritik keras kelompok-kelompok hak asasi manusia termasuk ahli hak asasi manusia dari PBB  yang telah mendesak negara itu untuk menghentikan pembunuhan.

Tetapi Filipina menjawab dengan tantangan. Presiden Duterte ini kemudian mengatakan Filipina tidak akan melakukannya, dan presiden mengancam akan menarik diri dari PBB. Duterte balik menyerang PBB yang selalu bicara soal hak asasi manusia, tetapi menghentikan perang di Suriah saja tidak mampu.

Duterte, dikenal sebagai “Punisher,” saat berkampanye berjanji untuk membersihkan negara dari pengedar narkoba dan memenangkan pemilihan presiden pada bulan Mei. Pemimpin 71 tahun secara terbuka mendukung pembunuhan pada pengedar narkoba dan mendesak warga untuk membunuh penjahat jika merasa perlu.

“Tembak dia dan saya akan memberikan medali,” kata Duterte pada bulan Juni

Richard Javad Heydarian, seorang profesor ilmu politik di De La Salle University di Manila, mengatakan kepada Times bahwa sikap berani Duterte adalah indikasi dari harapan publik yang besar.

Dukungan besar Duterte di Filipina “sebagian besar terkait dengan rendahnya tingkt kepercayaan masyarakat pada lembaga peradilan yang ada dan rasa bahwa proses demokrasi yang normal tidak mengatasi krisis,” kata Heydarian.

Rodrigo Duterte/Business Insider/AP
Rodrigo Duterte/Business Insider/AP

Selama sidang Senin, salah satu saksi, Harra Bertes, mengatakan polisi telah memukuli, ditangkap, dan membunuh suaminya yang dicurigai sebagai pengedar narkoba.

Bertes sebagaimana dilaporkan Philstar.com mengatakan polisi menggerebek rumah Bertes ‘, menuntut penyerahan obat yang dia tidak memiliki, dan bahkan membuka pakaian putrinya yang berusia dua tahun untuk mencari obat-obatan terlarang.

Bertes mengakui bahwa suaminya adalah seorang pengedar narkoba, tetapi bahwa ia telah berencana menyerahkan diri kepada pihak berwenang segera.

Pihak berwenang Filipina dikutip New York Times mengatakan sekitar 600.000 orang yang diduga pengedar atau pengguna narkoba telah menyerahkan diri ke polisi karena sikap keras Duterte ini.