Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu menyebut Austria sebagai “Ibukota rasisme radikal”. Hal itu disampaikan Jumat 5 Agutus 2016 setelah Kanselir Christian Kern menyarankan diakhirinya pembicaraan masuknya Ankara ke dalam Uni Eropa.
Cavusoglu mengatakan dalam wawancara dengan media TGRT Haber bahwa komentar-komentar Kern, yang sebagian dipicu oleh penumpasan para tersangka pelaku kudeta yang gagal bulan lalu, sebagai komentar “kotor” dan ia membantah semuanya.
“Kanselir Austria sebaiknya melihat negerinya sendiri dulu. Satu di antaranya ialah musuh hak-hak asasi manusia dan nilai-nilai rasisme dan hari ini Austria merupakan ibu kota rasisme radikal,” kata dia.
Kern menyatakan pada Rabu ia akan memulai pembahasan di antara para kepala pemerintahan Eropa untuk meninggalkan pembicaraan dengan Turki dengan menyebut defisit demokrasi dan ekonomi sebagai alasan.
Pembicaraan mengalami kemajuan lambat sejak dimulai pada 2005, dengan hanya satu dari 35 bab yang dirampungkan.
Komentar-komentar Cavusoglu segera menarik reaksi dari Wina. Menlu Austria Sebastian Kurz menghimbau Ankara agar mengeluarkan kata-kata dan sikap moderat.
Partai Demokrat Sosial pimpinan Kern mendapat tekanan dari mitra-mitra dalam koalisi konservatif dan Partai Kebebasan beraliran kanan, yang dalam jajak pendapat baru-baru ini menarik 35 persen suara atas platform anti imigran dan tak bersahabat dengan Islam.
Para pemimpin Eropa telah mengeluarkan keprihatinan terhadap aksi pembersihan oleh Presiden Turki Tayyip Erdogan pada tersangka para pembangkang setelah sebuah usaha kudeta yang gagal bulan lalu, dengan memperkenalkan kembali gagasannya memberlakukan hukuman mati di Turki sebaqai garis merah yang melarang Turki masuk Uni Eropa.
Ketegangan-ketegangan antara kedua negara meningkat sejak bulan lalu. Austria memanggil duta besar Turki pada 21 Juli untuk menjelaskan hubungan Ankara dengan unjuk-unjuk rasa di negara itu sebagai dukungan bagi Erdogan.
Turki sejauh ini telah setuju dengan perjanjian menghentikan migrasi ilegal ke Eropa melalui pantai-pantainya. Sebagai gantinya Ankara memperoleh bantuan finansial dan perjalanan bebas visa ke banyak negara anggota blok itu dan percepatan pembicaraan atas keanggotannya.
Tetapi Ankara mengeluhkan Eropa tidak berbuat sesuai persetujuan, sebuah sikap yang Cavusoglu sampaikan kembali pada Jumat.
“Kalau sudah ada persetujuan, masing-masing pihak akan melaksanakan ini atau keduanya mengesampingkannya. Tak ada langkah mundur dari ini,” kata dia.
Baca juga:
Erdogan: Uni Eropa Tolak Turki Karena Penduduk Kami Mayoritas Muslim