Perang China-AS Tak Mungkin Gunakan Nuklir, Tapi akan Jadi Bencana

Perang China-AS Tak Mungkin Gunakan Nuklir, Tapi akan Jadi Bencana

Jika perang antara Amerika Serikat dan China pecah maka akan menyebabkan kerugian yang parah.

Kemampuan anti-access/ area denial (A2 / AD) China yang terus meningkat akan meningkatkan saldo kerugian di Amerika. Meskipun demikian, China masih akan menderita kerugian lebih besar dibandingkan Washington.

Menurut sebuah laporan baru dari RAND Corporation kemenengan bagi kedua sisi mungkin terbukti menjadi sulit dipahami ketika konflik bisa berubah menjadi pertumpahan darah.

“Dengan penurunan kemampuan militer, Amerika Serikat akan kurang yakin bahwa perang dengan China akan sesuai dengan rencana,” bunyi laporan yang ditulis David C. Gompert, Astrid Cevallos dan Cristina L. Garafola.

“Kemampuan militer China meningkat, terutama untuk anti-access dan area denial yang berarti bahwa Amerika Serikat tidak bisa mendapatkan kontrol operasional, menghancurkan pertahanan China, dan mencapai kemenangan yang menentukan jika perang terjadi.”

Perang dengan China baik sekarang atau di masa depan akan diawali dengan pertempuran di laut dan di udara. Selain itu kemampuan perang cyber dan ruang angkasa akan memainkan peran penting.

Tetapi para peneliti RAND memperkirakan jika perang terjadi maka ini akan menjadi pertarungan konvensional. “Masing-masing pihak akan melacak dan menyerang pasukan musuh dan mengubah Pasifik Barat menjadi ‘zona perang,’ dengan konsekuensi ekonomi serius,” tulis laporan tersebut.

“Perang ini tidak mungkin menggunakan senjata nuklir. Bahkan dalam konflik yang sangat keras. Semua pihak akan berpikir menggunakan nuklir akan membawa risiko sangat mengerikan ketika terjadi serangan balasan. ”

Selain itu, sementara studi RAND menyebutkan bahwa Amerika Serikat pada akhirnya akan menyerang daratan China. Sementara China kecil kemungkinan menyerang daratan AS kecuali melalui serangan cyber.

“Kami juga menganggap China tidak akan menyerang tanah AS, kecuali melalui dunia maya, mengingat kemampuan minimal untuk melakukannya dengan senjata konvensional,” kata laporan itu.

“Sebaliknya, serangan non-nuklir AS terhadap sasaran-sasaran militer di China bisa menjadi luas.”

Perang China-Amerika bisa berkembang dalam sejumlah cara termasuk perang singkat berdarah atau perang yang panjang dan menghancurkan. Selain itu, teknologi modern kedua pihak akan meluncurkan preemptive serangan pertama. “Sensor, bimbingan senjata, jaringan digital, dan teknologi informasi lain yang digunakan untuk menargetkan kekuatan yang berlawanan telah maju di kedua pihak,” tulis laporan itu.

Keduanya juga memiliki kapasitas yang cukup untuk terus berperang, bahkan ketika kerugian militer dan biaya meningkat. ”

Dalam kasus perang singkat, kerugian Amerika akan signifikan, namun kerugian China akan menjadi bencana besar. “Jika pemimpin AS atau pemimpin politik China memberi wewenang ke komandan militer untuk melaksanakan rencana serangan tajam pada pasukan musuh, perang parah akan meletus,” tulis laporan itu.

“Pada 2015, kerugian AS akan terjadi di permukaan laut dan angkatan udara, termasuk kapal induk. Sementara kerugian China, termasuk untuk sistem A2/AD berbasis darat dan air, akan jauh lebih besar. Dalam beberapa hari, akan menjadi jelas bagi kedua belah pihak bahwa kesenjangan awal mendukung Amerika Serikat dan akan meluas jika pertempuran terus. ”

Tetapi jika perang terjadi pada 2025,  kemampuan militer China cenderung telah semakin meningkat di mana Beijing tidak akan mengalami kerugian yang besar.

“Pada tahun 2025 kerugian AS meningkat karena peningkatan A2/AD China. Hal ini, pada gilirannya, dapat membatasi kerugian China, meskipun kerugian China masih akan lebih besar dibanding AS,” tulis laporan itu.

Sumber: National Interest

Baca juga:

Ini Perbandingan Kekuatan Amerika vs China