Serangan udara Amerika Serikat disebut telah meringankan upaya pasukan libya yang saat ini telah berjuang mendorong mundur ISIS dari bekas markas mereka di Afrika Utara, Sirte.
Komandan pasukan Libya Mohamed Darat mengatakan bahwa serangan pertama, yang dilancarkan pada Senin 1 Agustus 2016, membantu brigade Libya di bawah kepemimpinannya mengamankan kawasan Dollar dengan cara menyasar petempur, yang menduduki tepian wilayah itu.
Pemerintahan Libya yang didukung PBB meminta serangan itu hampir tiga bulan dalam upayanya, yang melambat, karena jumlah besar korban dari serangan penembak gelap, ranjau dan mortir.
Pejabat pertahanan Amerika Serikat mengatakan bahwa terdapat lima serangan pada Senin dan dua serangan pada Selasa. Pihak Pentagon mengatakan bahwa serangan pertama diarahkan pada dua unit tank, kendaraan dan lokasi militer serta sebuah alat peluncur roket.
Serangan itu dilancarkan oleh sejumlah pesawat tanpa awak dari Yordania dan oleh pesawat Marinir AV-8B Harriers dari USS Wasp, sebuah kapal perang yang berada di Laut Mediterania, pejabat Amerika Serikat mengatakan, menambahkan bahwa drone yang bertugas untuk mengumpulkan intelijen dioperasikan dari pangkalan udara Sigonella di Sisilia.
Kehilangan Sirte akan menjadi pukulan besar bagi ISIS, yang menduduki kota di garis pantai Laut Tenngah Libya pada tahun lalu. Kelompok itu telah mendapatkan tekanan dari serangan dukungan Amerika Serikat di Suriah dan Irak.
Pasukan bertempur di Sirte kebanyakan tersusun atas brigade asal kota di dekatnya, Misrata, yang melawan ISIS di pantai barat Sirte pada awal Mei.
Banyak di antaranya adalah sukarelawan dan mantan pemberontak, yang ikut dalam penggulingan Muammar Gaddafi lima tahun lalu. Setidak-tidaknya 350 orang anggota brigade tewas dan lebih dari 1.500 orang lainnya terluka sejak Mei.
Hampir seluruh penduduk Sirte, yang berjumlah 80.000 orang, melarikan diri dari kota itu dan jalanan banyak yang terabaikan. Setiap hari pertempuran besar biasanya didului saat tenang beberapa hari.
Pada Rabu, pasukan itu beristirahat di sejumlah bangunan atau di bawah pepohonan, memakan almond hijau dan mendinginkan diri dengan minuman dingin, ketenangan itu biasanya terpecah oleh adanya beberapa suara tembakan.
Mereka menyambut serangan udara yang ada, beberapa di antaranya mengatakan bahwa serangan itu seharusnya datang lebih awal.
“Kami harap mereka akan melakukannya lebih sering,” kata Mohamed Abu Dabbous, petempur di garis depan, antara wilayah Zafaran dan Area Dua.