Wakil Sekretaris Jenderal PBB Urusan Kemanusiaan Stephen O’Brien mengusulkan jeda 48 jam dalam pertempuran di Kota Aleppo, Suriah Utara, sehingga akses aman, rutin dan berkelanjutan diperoleh.
Dengan demikian seperempat juta orang yang terjebak di belakang dari depan bisa dijangkau. “Situasi buat orang yang terperangkap di Aleppo Timur tetap menjadi keprihatinan terbesar,” kata O’Brien, yang juga adalah Koordinator Bantuan Darurat PBB, di dalam satu pernyataan yang dikeluarkan di Markas Besar PBB, New York Kamis 28 Juli 2016.
“Sebagaimana saya beritahukan Dewan Keamanan PBB pada Senin, kami menuntut akses aman, rutin dan berkelanjutan ke seperempat juta orang yang terjebak di belakang garis depan. Semua pilihan harus dipertimbangkan,” katanya.
Ia menyatakan ia mengetahui tindakan tersebut, yang diusulkan pada Kamis oleh Federasi Rusia untuk membuat koridor kemanusiaan.
Laporan media menyatakan Rusia telah mengusulkan pembuatan beberapa jalur “yang disebut koridor ke luar” yang akan memungkinkan pembagian makanan, serta penyediaan kesempatan bagi warga sipil untuk meninggalkan kota itu.
Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu mengatakan pada Kamis Rusia dan Pemerintah Suriah memulai operasi kemanusiaan berskala luas untuk menyediakan bantuan buat penduduk Aleppo.
Aleppo, yang secara strategis berada di dekat perbatasan Suriah dengan Turki, adalah kota terbesar di Suriah dan pernah menjadi pusat ekonomi, dan kota tersebut adalah titik penting bentrokan antara militer Suriah dan gerilyawan.
“Penting bahwa keamanan setiap koridor semacam itu dijamin oleh semua pihak dan orang bisa memanfaatkannya secara sukarela,” kata O-Brien, sebagaimana dikutip Xinhua.
“Tak seorang pun bisa dipaksa menyelamatkan diri, oleh setiap jalur khusus atau lokasi tertentu. Perlindungan harus dijamin buat semua orang sesuai dengan prinsip kenetralan dan tidak memihak.” “Usul PBB bagi jeda kemanusiaan selama 48 jam itu untuk memungkinkan operasi lintas-perbatasan dan lintas-jalur adalah apa yang kita, sebagai manusia, perlukan,” katanya.
“Ini untuk menjamin bahwa kami bisa melihat buat diri kita situasi menyedihkan orang-orang, menilai keperluan mereka, menyesuaikan diri dengan tekanan logistik dan membantu orang-orang di mana mereka berada sekarang dengan keperluan perlindungan dan penyelamat nyawa mereka.”
“Dalam kejadian apa pun, semua pihak diharuskan dan berkewajiban, berdasarkan Hukum Kemanusiaan Internasional untuk memungkinkan tersedianya akses kemanusiaan segera, aman, tanpa hambatan dan tak mihak buat warga sipil untuk pergi dan bagi bantuan untuk masuk,” katanya.
Sejak operasi bantuan diluncurkan pada Februari tahun ini, 16 dari 18 daerah terkepung telah menerima bantuan penyelamat nyawa, walaupun Arbin dan Zamalka yang berada di pedesaan Damaskus belum bisa dijangkau.